Rabu, 9 Oktober 2024 | 11:22 WIB
33.3 C
Blitar

Kasus Tewasnya Santri Ponpes di Sutojayan Dilimpahkan ke Kejaksaan, Keluarga Korban Minta Para Tersangka Ditahan

BLITAR, Blitarraya.com – Kasus tewasnya santri M Ali Rofi (13) setelah dianiaya di lokasi Pondok Pesantren (Ponpes) Tahsinul Akhlak Kelurahan Kalipang, Sutojayan, Kabupaten Blitar, memasuki babak baru. Hari ini, Selasa, 2 April 2024, Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Blitar melimpahkan kasus tersebut ke Kejaksaan Negeri Blitar.

Unjuk rasa keluarga korban mewarnai pelimpahan kasus ini. Beberapa orang mengacungkan beberapa poster kecil yang memajang foto Rofi. Mereka menuntut keadilan dan meminta 17 tersangka penganiayaan ditahan.

“Kami menuntut keadilan atas apa yang menimpa anak kami. Dan kami juga meminta agar 17 tersangka tidak dibiarkan bebas tapi ditahan,” ujar Yoyok Budi Utomo, ayah Rofi.

Keluarganya, kata Yoyok, kecewa karena para tersangka tidak ditahan. Begitu pula dengan warga sekitar tempat tinggalnya di Desa Pandanarum, Kecamatan Sutojayan.

Kekecewaan, lanjut Yoyok, juga dirasakan teman-teman korban. “Kami khawatir terjadi tindakan main hakim sendiri oleh teman-teman Rofi,” ungkapnya.

Rofi meninggal dunia di RSUD Ngudi Waluyo, Wlingi pada 7 Januari 2024 setelah koma selama lebih dari 3 hari. 

Ia dirawat di rumah sakit tersebut usai dianiaya oleh belasan rekannya di area Pondok Pesantren Tahsinul Akhlak. Penganiayaan berlangsung pada Selasa malam (2/1/2024) hingga Rabu (3/1/2024) dini hari.

Besoknya, polisi menetapkan 17 santri sebagai tersangka. Menurut penyelidikan polisi, penganiayaan itu terkait dengan beberapa kasus pencurian uang saku santri yang diduga dilakukan Rofi.

Penjelasan Kejaksaan

Kepala Kejaksaan Negeri Blitar Agus Kurniawan mengatakan pihaknya akan mengambil langkah yang sama dengan pihak kepolisian, yakni tidak melakukan penahanan terhadap 17 tersangka.

“Memang mulai hari ini perkara sudah dilimpahkan ke kami, termasuk para tersangka. Tapi, sama seperti pihak kepolisian, kami tidak akan menahan para tersangka yang masih anak-anak,” ujar Agus.

Agus menegaskan bahwa berdasarkan hukum peradilan anak, pihak kepolisian dan kejaksaan tidak boleh menahan anak yang berhadapan dengan hukum (ABH) jika ada jaminan dari pihak keluarga.

Penanganan Lambat

Kuasa hukum keluarga Rofi, Mashudi, mengatakan bahwa selain menuntut penahanan para tersangka, pihaknya juga menganggap penanganan kasus tersebut terkesan lambat.

Berkas perkara baru dinyatakan lengkap (P21) oleh Kejaksaan Negeri Blitar, ujarnya, setelah hampir 3 bulan penyidikan berlangsung.

“Penanganannya terkesan lambat. Kita bandingkan dengan kasus serupa di Kediri yang sudah masuk persidangan,” tutur Mashudi.

Mashudi menambahkan, dalam kasus ini hanya satu tersangka yang berusia 13 tahun dan dapat menghindari penahanan. Sisanya berusia 14 dan 15 tahun, sehingga seharusnya ditahan berdasarkan hukum peradilan anak. (asp)

Pilkada 2024 Blitar Raya

Dinamika terkini Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Blitar 2024 & Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Blitar 2024.

-- advertisement --spot_img

Jangan Lewatkan