BlitarRaya.com – Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, resmi dijatuhi hukuman penjara selama 3 tahun 6 bulan.
Putusan ini dijatuhkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat 25 Juli 2025.
Hakim menyatakan Hasto terbukti bersalah turut serta dalam tindak pidana korupsi berupa suap kepada mantan Komisioner KPU, Wahyu Setiawan.
“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Hasto Kristiyanto dengan pidana penjara selama 3 tahun 6 bulan,” ujar Ketua Majelis Hakim Rios Rahmanto saat membacakan putusan.
Hasto juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp 250 juta. Jika tidak dibayar, denda itu akan diganti dengan kurungan selama tiga bulan.
Vonis ini jauh lebih ringan dibanding tuntutan jaksa yang meminta hukuman 7 tahun penjara dan denda Rp 600 juta subsider 6 bulan kurungan.
Tidak Terbukti Halangi Penyidikan
Dalam perkara lain, Hasto didakwa merintangi penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus Harun Masiku.
Namun, majelis hakim menyatakan dakwaan tersebut tidak terbukti.
Ada dua poin utama dalam dakwaan perintangan penyidikan itu. Pertama, tuduhan bahwa Hasto menyuruh seseorang merendam handphone Harun Masiku pada 8 Januari 2020.
Kedua, pada 6 Juni 2024, Hasto diduga menyuruh stafnya, Kusnadi, untuk menenggelamkan ponsel jelang pemeriksaannya oleh KPK.
Namun hakim menilai, peristiwa pada Januari 2020 terjadi saat kasus masih berada pada tahap penyelidikan.
Sedangkan untuk peristiwa pada Juni 2024, hakim menyoroti bahwa Hasto kala itu hanya berstatus sebagai saksi.
Atas dasar prinsip nemo tenetur seipsum accusare, seseorang tidak bisa dipaksa memberi bukti yang memberatkan dirinya sendiri.
Hakim juga menilai tidak ada bukti bahwa ponsel benar-benar direndam atau ditenggelamkan.
KPK bahkan masih berhasil menyita perangkat tersebut pada 10 Juni 2024, yang berarti proses penyidikan tidak terhalang.
Karena itu, majelis hakim memutuskan untuk membebaskan Hasto dari dakwaan merintangi penyidikan.
Terbukti Suap Komisioner KPU
Dalam kasus suap, Hasto dinilai terbukti berperan aktif dalam upaya menyuap Komisioner KPU Wahyu Setiawan.
Suap itu terkait upaya Pergantian Antarwaktu (PAW) anggota DPR RI untuk dapil Sumatera Selatan I.
Harun Masiku yang diusung oleh PDIP ingin menggantikan posisi Riezky Aprilia.
Untuk meloloskan rencana itu, Wahyu Setiawan dijanjikan imbalan Rp 1 miliar.
Hasto disebut ikut menalangi dana sebesar Rp 400 juta, bersama Harun Masiku yang hanya menambah Rp 200 juta.
Dalam pelaksanaannya, Hasto dibantu oleh Saeful Bahri, Donny Tri Istiqomah, dan Agustiani Tio Fridelina.
Bukti percakapan antara Saeful dan Donny menjadi salah satu dasar hakim meyakini peran Hasto.
Hakim menegaskan bahwa uang Rp 400 juta berasal dari Hasto, bukan dari Harun Masiku.
Hasto dinilai melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1)*(Munir)