SUTOJAYAN, BlitarRaya.com – Forum Warga Nahdlatul Ulama (NU) Kabupaten Blitar mendesak Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) meninjau kembali keputusan dan perintah pemilihan ulang Ketua Tanfidziyah PCNU Kabupaten Blitar. Permintaan tersebut disampaikan dalam pernyataan terbuka yang dideklarasikan di Masjid NU Sutojayan, Kabupaten Blitar, Rabu (1 Mei 2024).
Koordinator Forum Warga NU Kabupaten Blitar, Joko Nuryanto, mengatakan bahwa deklarasi tersebut merupakan wujud keprihatinan atas prahara yang menimpa organisasi NU di tingkat kabupaten selama lebih dari satu tahun terakhir.
Joko menyebut prahara bermula dari hasil Konferensi Cabang (Konfercab) XVIII NU Kabupaten Blitar yang tidak kunjung mendapatkan SK pengesahan dari PBNU.
Konfercab tersebut berlangsung di Pondok Pesantren Al Falah, Desa Jeblog, Kecamatan Talun, pada 18-19 Februari 2023. “Namun hingga satu tahun lebih setelah itu, PBNU tidak menerbitkan SK pengesahan,” ungkap Joko dalam keterangannya kepada para wartawan.
Sebaliknya, lanjut Joko, justru pada bulan Maret 2024 PBNU mengirimkan surat berisi permintaan pemilihan ulang Ketua Tanfidziyah PCNU Kabupaten Blitar.
“Kami menilai bahwa surat PBNU tersebut tidak didasarkan pada fakta yang benar dan objektif. Kami juga memandang bahwa pemilihan ulang akan merusak ‘sendi utama organisasi’ karena membatalkan hasil Konfercab XVIII yang telah berlangsung demokratis sesuai tata tertib konferensi, ART, dan Perkum NU,” jelas Joko.
Joko menegaskan bahwa deklarasi yang dilakukan Forum Warga NU Kabupaten Blitar hari ini bukan untuk mendukung atau menolak figur tertentu, melainkan sebagai ekspresi keprihatinan atas prahara yang terjadi dan untuk mendesak agar NU diletakkan pada porsinya.
Dengan deklarasi ini, lanjut Joko, warga NU Kabupaten Blitar meminta PBNU dan Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur melakukan tabayyun (klarifikasi) ulang atas poin-poin masalah yang dijadikan dasar perintah pemilihan ulang Ketua Tanfidziyah PCNU Kabupaten Blitar.
Sejumlah tokoh hadir dalam deklarasi tersebut, diantaranya Ismail (pengurus MWCNU Kanigoro) dan Sonhaji (pengurus MWCNU Sutojayan). Tampak pula sejumlah warga NU lain, baik yang berasal dari kalangan struktural maupun non-struktural.
“Kami mewakili ribuan suara nahdliyin yang prihatin atas prahara ini. Tapi sengaja kami batasi yang hadir di sini, karena kalau semua hadir, tempatnya tidak cukup,” kata Joko.
Pertimbangan lain, lanjut Joko, adalah untuk mengejar waktu, agar prahara NU ini tidak berkelanjutan. “Yang penting, agar apa yang menjadi keprihatinan warga NU segera tersampaikan ke publik dan mengetuk hati PWNU Jatim dan PBNU agar membuat kebijakan yang lebih objektif dan lebih bijak,” harapnya. (asp)