KEPANJENKIDUL, BlitarRaya.com – Jumlah eks pedagang tumpah di Jalan Anggrek Kota Blitar, yang disebut-sebut terus bertambah, sempat membuat DPRD Kota Blitar bingung.
Kebingungan itu diungkapkan Ketua Komisi II DPRD Kota Blitar, Yohan Tri Waluyo, saat memberikan keterangan kepada wartawan usai rapat mediasi yang dihadiri Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disperindag), Dinas Perhubungan (Dishub), dan perwakilan pedagang tumpah di Jalan Anggrek, Selasa (28 Mei 2024).
“Data yang selalu berubah-ubah membuat kami bingung,” ujarnya.
Data yang tidak pasti tersebut, kata Yohan, menyulitkan DPRD dan Disperindag menentukan solusi yang tepat atas masalah yang dihadapi pedagang.
Pedagang yang dimaksud Yohan adalah pedagang pasar tumpah di Jalan Anggrek yang digusur pada 8 Mei 2024 lalu. Mereka telah direlokasi ke sebelah timur Pasar Templek di Jalan Kaca Piring.
Awalnya, kata Yohan, Disperindag Kota Blitar mendata hanya 80 pedagang pasar tumpah yang perlu direlokasi.
Namun, setelah lokasi pengganti diumumkan, jumlah mereka meningkat pesat, dari puluhan orang menjadi ratusan orang.
“Dulu pedagang pasar tumpah yang terdata hanya 80. Setelah ada imbauan bahwa pasar tumpah akan dipindah ke timur (Pasar Templek), jumlahnya menjadi 170 pedagang. Kini katanya jumlahnya 332 pedagang. Ini perlu dikonfirmasi lagi yang lebih jelas,” ujar Yohan.
Rapat mediasi yang digelar Komisi II DPRD Kota Blitar hari ini, ujar Yohan, merupakan upaya pihaknya menindaklanjuti keluhan pedagang saat ‘wadul’ ke Dewan pada Selasa (14 Mei 2024) lalu.
Waktu, itu para pedagang mengatakan bahwa relokasi pedagang ke sebelah timur Pasar Templek tidak layak karena lapak yang tersedia terlalu sempit. Begitu pula akses masuk dan keluarnya.
Menurut Yohan, pada dialog pertama tersebut, Dewan dan Disperindag telah memberikan tawaran 3 solusi.
Tiga Tawaran Solusi
Pertama, ditampung di bagian timur Pasar Templek yang kini direnovasi. Kata Yohan, di lahan bekas Pasar Templek lama masih tersedia lahan kosong yang mampu menampung sekira 80-an pedagang. Para pedagang tergusur yang belum mendapatkan tempat, diperbolehkan menempati area ini.
Tawaran solusi kedua, lanjut Yohan, para pedagang dipindahkan ke Pasar Legi. Sebab, di sisi barat pasar tersebut tersedia 200 kios, namun yang terisi baru 30 hingga 40-an kios. Para pedagang juga diperbolehkan mengisi ruang kosong ini.
Sedangkan keinginan para pedagang untuk berjualan di halaman Pasar Legi, menurut Yohan, tidak diizinkan karena akan menimbulkan masalah baru. “Kalau mau, dipersilakan di dalam,” tegas Yohan.
Sedangkan solusi ketiga, jika para pedagang ingin berjualan bersama, disediakan lahan luas di pasar Eks Mastrip, kawasan Pasar Dimoro. “Tempat ini sudah di-paving dan mampu menampung 250 pedagang.
“Nah, hari ini, kami pertemukan pedagang dengan dinas terkait untuk membahas solusi terbaik atas masalah yang timbul setelah relokasi,” ujar Yohan.
Namun belum ditemukan kata sepakat hingga pertemuan kedua ini. “Para pedagang masih memikirkan lagi soal tawaran solusi itu,” ujar Yohan.
Sementara itu, Petrus Subagio, penasihat Paguyuban Pasar Tumpah, mengatakan bahwa para eks pedagang pasar tumpah yang kini telah menempati bagian timur Pasar Templek, menginginkan kemudahan dan perluasan jalan masuk menuju ke tempat mereka berjualan.
“Para pelanggan kami kan para pedagang ethek. Kalau parkir mereka terlalu jauh, terus kena parkir, jadi nggak efektif. Nah, kami datang (ke Dewan) untuk bisa koordinasi dengan pihak-pihak terkait agar dilakukan perbaikan,” tandas Subagio.
Menurut Yohan, jika itu yang diinginkan, para pedagang bisa berkomunikasi dengan pengelola pasar. “Tinggal, teman-teman pedagang berkoordinasi dengan pihak Pasar Templek untuk menata ulang,” ujarnya. (hyu)