KANIGORO, BlitarRaya.com – Peredaran rokok ilegal memiliki dampak negatif yang sangat merugikan perekonomian karena dapat mengurangi peluang masyarakat mendapatkan pekerjaan dari industri rokok legal.
Risiko bertambahnya angka pengangguran sebagai dampak langsung dari bangkrutnya perusahaan produsen rokok bercukai merupakan salah satu materi sosialisasi bahaya rokok ilegal yang banyak dilakukan oleh Satpol-PP dan Damkar Kabupaten Blitar selama ini.
Kepala Bidang Gakkumda pada Satpol-PP dan Damkar Kabupaten Blitar Repelita Nugroho yang biasa disapa Eta mengatakan peredaran rokok ilegal akan membuat industri rokok legal yang membayar cukai tembakau kalah bersaing hingga akhirnya berhenti beroperasi.
“Produk dari pabrik rokok legal yang membeli cukai tembakau, terutama pabrik skala menengah dan kecil, akan kesulitan bersaing harga dengan rokok ilegal meskipun sering harga di pasaran tidak terpaut jauh,” ujar Eta kepada BlitarRaya.com, Jumat (12 Juli 2024).
“Akhirnya pabrik-pabrik skala menengah kecil ini berhenti beroperasi alias bangkrut. Dampak langsung yang dirasakan masyarakat adalah teman, tetangga, dan saudara yang kehilangan pekerjaan,” tambah Eta.
Menurut Eta, dampak ekonomi tersebut memberikan kerugian yang jauh lebih besar dan luas pada perekonomian masyarakat dibandingkan kesediaan membeli rokok bercukai dengan harga yang sebenarnya terpaut tidak terlalu jauh dibandingkan rokok ilegal.
Eta mencontohkan rokok bercukai dengan merk dagang “Skor” yang dijual di pasar eceran sekitar Rp 8.000 per bungkus. Di sisi lain, rokok tanpa cukai alias rokok ilegal di kelas yang sama dijual dengan harga antara Rp 6.000 hingga Rp 7.000.
“Jadi sebenarnya hanya selisih Rp 1.000 atau paling-paling Rp 2.000 per bungkus. Ini tidak sebanding dengan risiko banyaknya anggota masyarakat yang bisa kehilangan pekerjaan yang memiliki dampak domino lebih luas,” terangnya.
Karena itu, tambah Eta, pihaknya mengingatkan kembali kepada masyarakat Kabupaten Blitar untuk tidak membeli rokok tanpa cukai atau rokok ilegal.
Apalagi, lanjutnya, ada ancaman pidana kurungan dan denda bagi mereka yang kedapatan terlibat pada peredaran rokok ilegal, yakni hukuman kurungan paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun serta denda paling sedikit 2 kali dan paling banyak 10 kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.
Ketentuan itu, kata dia, sebagaimana diatur Pasal 56 Undang-undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai.
Eta mengatakan bahwa sepanjang Semester I Tahun 2024 ini pihaknya telah menggelar sosialisasi sebanyak 5 kali dengan peserta berasal dari 5 kecamatan.
“Terakhir kita laksanakan sosialisasi untuk tiga kecamatan, yakni Kecamatan Kademangan, Wonotirto, Bakung, pada 20 Juni lalu di Aula Desa Suruhwadang. Jadi, itu merupakan sosialisasi ke-3, ke-4, dan ke-5 sekaligus,” terangnya.
Sosialisasi ke-1 dan ke-2, ujarnya, dilakukan di Kecamatan Udanawu dan Wonodadi. “Tahun ini target kami menyelesaikan 8 kali sosialisasi, sehingga masih ada 3 kali lagi di semester ke-2 tahun ini,” kata Eta.
Kegiatan sosialisasi gempur rokok ilegal, kata Eta, memang dijadwalkan untuk seluruh wilayah kecamatan yang dikunjungi. “Namun, tidak menutup kemungkinan dalam pelaksanaannya, sosialisasi juga kami lakukan dengan memperhatikan wilayah yang ditengarai rawan peredaran rokok ilegal,” ujarnya. (asp/adv)