KESAMBEN, BlitarRaya.com – Ketua RT 01/RW 01 Dusun Jajagan, Desa Jugo, Kecamatan Kesamben, Sunarto (55), dinonaktifkan oleh Kepala Desa Kholid Adnan atas tuduhan meminta uang debu selama musim giling di pabrik gula PT Rejoso Manis Indo (RMI).
Penonaktifan itu disampaikan secara lisan oleh Kholid pada 12 Juni 2024 lalu usai rapat di Kantor Desa Jugo yang dihadiri oleh para ketua RT Dusun Jajagan.
Istri Sunarto, Khozainurrohmah (49), menyayangkan penonaktifan itu yang ia nilai sebagai keputusan yang didasarkan hanya pada laporan sepihak tanpa klarifikasi ke suaminya dan pihak-pihak lain yang terlibat pembicaraan uang debu tersebut.
“Suami saya sudah ikhlas menerima penonaktifan itu. Tapi saya merasa perlu meluruskan apa yang terjadi. Pertama, bahwa permintaan itu disampaikan secara spontan. Tidak benar kalau sampai dikatakan memeras atau memalak,” kata Khozainurrohmah kepada BlitarRaya.com di Dusun Jajagan, Senin (5 Agustus 2024).
Menurut Khozainurrohmah, pemberian uang sebesar Rp 2,25 juta dari Koperasi BMS, koperasi yang dibentuk, antara lain, untuk menjembatani hubungan PT RMI dengan warga sekitar itu, berawal dari pembicaraan spontan antara Sunarto, dirinya, dan sekitar 10 warga RT lain dengan pengurus Koperasi, Purwanto, di depan rumahnya, Sabtu (11 Mei 2024) lalu.
Secara spontan juga, sekitar 10 warga itu, kata Khozainurrohmah, menyampaikan permintaan uang debu untuk warga terdampak selama musim giling di pabrik gula PT RMI yang berlangsung mulai Mei.
“Waktu itu penyampaian permintaan itu ya iseng saja. Guyon saja. Orang-orang waktu itu bilang, kalau tidak dikasih ya tidak masalah,” terangnya.
Pada saat itu, kata Khozainurrohmah, Purwanto merespon aspirasi tersebut dengan menjanjikan akan meneruskannya ke pimpinan Koperasi.
Beberapa pekan kemudian, lanjutnya, pegawai Koperasi menghubungi Sunarto melalui telepon untuk memintanya datang ke Koperasi karena permintaan uang debu untuk RT-RT terdampak telah disetujui oleh pimpinan.
Keesokan harinya, kata Khozainurrohmah, Sunarto mengajak 3 atau 4 orang warga datang ke kantor Koperasi dimana mereka ditemui Purwanto yang menyerahkan uang sebesar Rp 2.250.000. Dalam perjalanan pulang, Sunarto mampir ke rumah Ketua RT 02/RW 02 Basuki untuk menunjukkan uang dari Koperasi.
“Uang itu saya simpan dalam amplop yang tertutup. Masih utuh. Tidak saya apa-apakan karena memang bukan milik saya atau milik suami saya. Setelah terjadi penonaktifan itu, uang dikembalikan utuh ke Koperasi,” ujar Khozainurrohmah.
Penonaktifan Sunarto dipertanyakan warga
Penuturan Khozainurrohmah itu dibenarkan Basuki, Wawan (pemuda Jajagan), dan juga Baidah Badarudin alias Haji Robet atau Haji Obet (tokoh warga Jajagan) dalam sebuah perbincangan dengan BlitarRaya.com, Selasa (6 Agustus 2024). Mereka bertiga, kecuali Haji Obet, ikut serta pada pembicaraan spontan di depan rumah Sunarto pada 11 Mei 2024 itu.
“Waktu itu kami memang sepakat uang itu akan kami sampaikan pada rapat di tingkat RW atau rapat Dusun Jajagan. Jadi tidak ada niat untuk melangkahi kewenangan RW atau Kamituwo atau bahkan Pak Lurah,” kata Basuki.
Sementara Haji Obet menambahkan bahwa dirinya mengaku heran karena tidak ada upaya mediasi lebih dulu oleh Kepala Dusun Jajagan Sarihudin Handri. Setelah pihak Koperasi memberikan uang itu, justru yang datang adalah beberapa warga yang direkrut Koperasi BMS sebagai “humas RMI”. Mereka memprotes adanya permintaan uang debu itu.
“Padahal harus diakui, meskipun spontan dan tidak resmi, tapi permintaan uang debu itu inisiatif yang baik. Apalagi uang tidak digunakan oleh pribadi melainkan untuk kepentingan bersama warga. Dimasukkan kas RT,” kata Obet.
Haji Obet mempertanyakan dasar keputusan Kepala Desa Jugo Kholid Adnan menonaktifkan Ketua RT Sunarto. Seharusnya, kata dia, dilakukan klarifikasi ke semua pihak agar terungkap duduk masalah yang sebenarnya sebelum mengambil keputusan.
Ia lantas menyinggung sikap kepala desa tahun lalu terkait aksi warga memprotes kerusakan jalan di Jajagan. Usai aksi, kata Obet, Kepala Desa menyebut warga telah melakukan pemalakan karena menyodorkan kotak sumbangan ke sopir dan pengguna jalan.
“Padahal pemalakan itu kan meminta secara paksa. Itu kan tidak ada pemaksaan. Sopir tidak ngasih duit ya tidak masalah,” tuturnya.
Dikonfirmasi melalui telepon WhatsApp, Purwanto menegaskan bahwa tidak ada unsur pemaksaan dari Sunarto, Basuki, dan warga Jajagan lainnya terkait pemberian uang tersebut.
“Sama sekali kami di Koperasi tidak merasa diintimidasi atau diperas. Uang yang kami berikan itu adalah inisiatif dari pengurus Koperasi untuk memberikan dana sosial selama kami mengerjakan perbaikan jalan,” ujar Purwanto kepada BlitarRaya.com, Rabu (7 Agustus 2024).
Purwanto juga menegaskan bahwa uang itu sudah dikembalikan setelah adanya keputusan Kepala Desa Jugo menonaktifkan Sunarto dari jabatan ketua RT.
“Saya tidak mau mencampuri urusan rumah tangga warga Jajagan atau pun Jugo,” kata Purwanto saat ditanya kenapa dirinya tidak menjelaskan duduk perkara itu kepada Kepala Dusun Jajagan atau pun Kepala Desa Jugo.
Di sisi lain, Kepala Desa Jugo Kholid Adnan mengatakan bahwa pihaknya menerima informasi adanya permintaan uang oleh Sunarto dari pekerja Koperasi RMI yang juga merupakakan warga Jajagan yang ia sebut sebagai “humas jalan”.
Kholid mengklaim bahwa apa yang dilakukan Sunarto, Basuki, dan warga lain telah mencoreng nama baik Desa Jugo. Karena itu, sebagai sanksinya dia menonaktifkan sementara Sunarto dari jabatan Ketua RT.
“RT-RT saya kumpulkan karena sing kenek elek deso. RT-RT podo bengo-bengok, nyapo atas nama –RT-RT, nggowo konco ke Koperasi atas nama RT-RT,” kata Kholid kepada BlitarRaya.com melalui telepon WhatsApp, Selasa (6 Agustus 2024).
Dia tidak menjelaskan kenapa hanya Sunarto yang mendapatkan sanksi penonaktifan dari jabatan ketua RT.
Kholid bersikeras bahwa keputusannya menonaktifkan Sunarto sudah benar.
“Ya monggo kalau tidak terima dengan apa yang saya lakukan,” ujarnya. (asp)