JAKARTA, BlitarRaya.com – Menyikapi upaya DPR menganulir dua putusan Mahkamah Konstitusi (MK) melalui revisi UU Pilkada, Koalisi Lintas Organisasi Pers (KLOP) mengingatkan bahwa demokrasi di Indonesia saat ini sedang dalam ancaman serius dan harus dibela.
“Demokrasi sedang terancam dan pers wajib membelanya,” kata Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Nani Afrida di Jakarta, Kamis (22 Agustus 2024).
AJI merupakan salah satu organisasi pers yang tergabung dalam KLOP bersama Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, Masyarakat Jurnalis Lingkungan Indonesia (SIEJ), Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jaya, Pewarta Foto Indonesia (PFI), Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK), Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (SINDIKASI), dan Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet).
KLOP, kata Nani, menilai upaya penganuliran dua putusan MK yang baru diterbitkan pada Selasa lalu sebagai rongrongan terhadap konstitusi demi tujuan pragmatisme kekuasaan.
“Tercium aroma busuk di balik niat untuk merevisi UU Pilkada ini setelah putusan MK, hingga menyisakan pertanyaan tentang masa depan konstitusi dan demokrasi kita,” ujar Nani.
Dua putusan MK yang dimaksud adalah Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang melonggarkan ambang batas (threshold) pencalonan kepala daerah untuk semua partai politik dan Putusan Nomor 70/PUU-XXII/2024 yang mempertegas syarat batas usia pencalonan kepala daerah harus terpenuhi pada saat pendaftaran.
KLOP menilai penganuliran dua putusan tersebut sebagai sinyal buruk bagi keberadaan undang-undang yang menjamin kebebasan pers, berpendapat, dan berekspresi.
“Bila Putusan MK bisa mereka anulir dalam waktu sekejap, bukan tidak mungkin pelan-pelan undang-undang tersebut dilucuti juga dengan mudah sampai kita menuju era kegelapan,” jelas Nani.
KLOP juga mengingatkan bahwa DPR pernah mencoba melakukan revisi pada UU Penyiaran yang menjurus pada pemberian ruang kontrol negara terhadap isi siaran dan mengancam kemerdekaan pers.
Diakui Nani, rezim pemerintahan Jokowi memang tidak membredel media. Namun, praktik yang mengancam kebebasan pers, berpendapat, dan berekspresi, terus berlangsung.
Nani menyebut hal itu bisa dilihat dari meningkatnya kekerasan terhadap jurnalis dan adanya represi terhadap kritik di ranah digital. Juga dari adanya upaya-upaya “membeli” ruang redaksi untuk membangun citra positif pada kebijakan kontroversi yang ditentang rakyat.
Meski begitu, KLOP menegaskan bahwa pers profesional harus melontarkan kritik tajam terhadap pemerintahan agar masa depan kebebasan dan demokrasi tetap terjaga. “Apalagi saat demokrasi sedang terancam seperti saat ini,” tegas Nani.
Selanjutnya, KLOP mengingatkan media dan jurnalis agar tetap independen dan profesional dalam memberitakan kebenaran serta tidak takut menyajikan informasi yang akurat, kritis, dan terverifikasi, serta tidak mudah diintervensi.
KLOP juga mengingatkan pemerintah untuk menjamin perlindungan terhadap media dan jurnalis dalam menjalankan kerja jurnalistik melaporkan informasi kepada publik.
“Yang tak kalah penting, pemerintah harus menjamin kebebasan berpendapat dan berekspresi warga negara dengan tidak merepresi pendapat dan kritik di berbagai kanal, termasuk ruang digital,” kata Nani. (mr)