BlitarRaya.com – Hiruk pikuk Pilkada di Blitar Raya sudah mulai berakhir sejak KPU Kabupaten maupun Kota Blitar menyelenggarakan rekapitulasi suara hasil Pilkada Serentak Tahun 2024.
Dari hasil rekapitulasi tersebut bisa dibaca siapa pemenangnya. Untuk Kabupaten Blitar, pasangan Rijanto-Beky Herdihansah (Rijanto-Beky) telah menekuk lawannya, yaitu pasangan Rini Syarifah-Abdul Ghoni (Rini-Ghoni) yang hanya memperoleh suara 21,44 persen.
Peta perolehan suara ini juga menggambarkan masyarakat Kabupaten Blitar cukup independen dan dinamis. Artinya, pasangan Rini-Ghoni yang diusung oleh koalisi besar partai politik yang menguasai 26 kursi (52 persen) di DPRD Kabupaten Blitar, menunjukkan, bahwa pengaruh mesin politik partai pengusung tidak berfungsi. Atau dengan kalimat lain, para pemilih tidak terpengaruh oleh siapa partai pengusung kandidat.
Sementara itu, perolehan suara paslon di Kota Blitar justru mengejutkan. Sebab pasangan Syauqul Muhibbin-Elim Tyu Samba (Ibin-Elim) mampu menumbangkan Bambang Rianto-Bayu Setyo Kuncoro (Bambang-Bayu) yang diusung partai-partai besar.
Bahkan akibat kekalahan Bambang-Bayu yang diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) telah mengubah mitos Kota Blitar sebagai “kandang banteng”. PDI-P yang selama 25 tahun mendominasi pemerintahan di Kota Blitar, kini harus merelakan dipimpin Ibin-Elim yang diusung PKB, PAN, Nasdem, Demokrat, dan PSI dengan total kursi DPRD Kota Blitar sebanyak 9.
Baca juga:
- Pilkada Kota Blitar, Ibin-Elim Raih 6,58% Suara Lebih Besar Dibanding Bambang-Bayu
- KPU Tetapkan Rijanto-Beky Raih 78,56 Persen Suara di Pilkada Kabupaten Blitar
- Petahana Khofifah-Emil Unggul Tipis atas Risma-Gus Hans di Kota Blitar, Terpaut 2.580 Suara
Dari perolehan atau pergeseran suara, baik di Kota Blitar maupun Kabupaten Blitar, menunjukkan sisi menarik dari dinamika masyarakat Blitar dalam politik lokal. Ada kesan PKB dan PDI-P bersaing sangat ketat mengingat keduanya merupakan pemenang pertama dan kedua Pemilu Legislatif 2024 lalu meskipun PDI-P juara pertama di Kota dan Kabupaten Blitar.
Faktor dominan apa yang menyebabkan PDI-P menang di Kabupaten Blitar? Faktor dominan apa yang menyebabkan PKB menang di Kota Blitar? Apakah mesin politik, kekuatan logistik atau kharisma figur? Hal itu musti didalami dengan teliti. Tetapi setidaknya, dinamika politik elektoral warga Blitar Raya menunjukkan gejala yang menggembirakan karena relatif independen dan rasional dibanding di daerah lain.
Untuk pertarungan Pilkada Serentak 2024 di Blitar Raya ini tampaknya pendekatan dengan teori “solidaritas sosial” Emile Durkheim cukup relevan digunakan sebagai pisau analisis. Adakah paslon membangun satu identitas untuk mendorong bekerjanya “solidaritas mekanis” di kalangan pemilih.
Di satu sisi, kemenangan Rijanto-Beky yang mencapai 78,56 persen itu tampaknya bukan kemenangan yang dipengaruhi dominasi kultural maupun ideologis dari masing-masing calon. Tetapi dipengaruhi oleh dominasi yang disebut “modernitas Weber”, yang mana pertimbangan pemilih Kabupaten Blitar adalah rasionalitas dalam menjatuhkan pilihan.
Faktanya, Rini-Ghoni dengan basis kultural dan ideologis yang sama, yakni NU (Nahdlatul Ulama), ternyata hanya dapat merebut 21 persen, jauh di bawah populasi warga nahdliyin di Kabupaten Blitar yang mencapai sekitar 35 persen.
Di sisi lain, baik Rini maupun Rijanto adalah publik figur yang cukup populer di kalangan masyarakat Kabupaten Blitar.
Apakah pilihan masyarakat terhadap kedua paslon ini karena faktor tertarik pada program-program kedua paslon saat kampanye? Tampaknya tidak. Sebab kedua paslon tidak menyampaikan program apapun yang menarik perhatian publik. Apalagi, KPU Kabupaten Blitar akhirnya meniadakan debat publik ketiga setelah debat kedua dihentikan ketika segmen pertama belum selesai.
Apakah faktor yang disebut Max Weber dalam teori “modernitas” yang bertumpu pada rasionalitas menjadi alasan pemilih di Kota Blitar pada Ibin maupun Bambang? Karena berbeda dengan di Kabupaten Blitar dimana sosok Rijanto dan Rini sama-sama memiliki popularitas tinggi, Ibin maupun Bambang relatif belum banyak dikenal masyarakat hingga masing-masing ditetapkan sebagai calon wali kota oleh KPU Kota Blitar.
Kedua figur kandidat wali kota Blitar itu tampaknya sama-sama punya logistik yang kuat untuk membangun branding diri melalui alat peraga kampanye, yaitu banner, pamflet, baliho, dan poster. Keduanya juga rajin turun ke masyarakat lapis akar rumput. (asp)
*Penulis adalah mantan aktivis mahasiswa di Yogyakarta yang kini bertani di Serang, Panggungrejo, Kabupaten Blitar.