KEPANJENKIDUL, BlitarRaya.com – Anggota Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (FPDI-P) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jawa Timur, Erma Susanti, menandaskan bahwa anak-anak dan remaja dari Generasi Z (Gen Z) berisiko tinggi mengalami masalah mental.
Karenanya, ia mengingatkan pentingnya seluruh elemen masyarakat memastikan bahwa Gen Z mendapatkan pendampingan yang tepat dalam menghadapi masalah mental tersebut.
“Gen Z ini berada masa produktif mereka nanti pada 2045 ketika Indonesia berada di puncak surplus demografi,” ujar Erma kepada awak media di sela kegiatan Sosialisai Peran Pendidikan, Keluarga, dan Masyarakat dalam Membentuk Kesehatan Mental Menuju Generasi Unggul di Hotel Puri Perdana, Kota Blitar, Sabtu (31/5/2025) siang.
Kegiatan sosialisasi itu digelar bersama Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Cabang Blitar Raya dan Women and Youth Development Institute (WYDI).
“Mereka akan menjadi tulang punggung dari apa yang diharapkan sebagai Indonesia Emas ketika kita mendapatkan Bonus Demografi,” imbuh Anggota Komisi B DPRD Provinsi Jawa Timur itu.
Meski demikian, kata Erma, harapan mendapatkan bonus demografi pada Indonesia Emas 2045 justru dapat berbalik menjadi bencana demografi ketika Gen Z sebagai penopangnya justru menjadi rapuh oleh kerentanan mental mereka.
“Gen Z ini memang cerdas, berwawasan luas, kreatif, inovatif, dan lain sebagainya. Tapi mereka memiliki kerentanan mental yang serius dan cenderung menyelesaikan sendiri persoalan itu. Ini antara lain ditunjukkan dengan tingginya angka bunuh diri di kalangan Gen Z,” ungkapnya.
Menurut Erma, selain perlunya pembatasan akses anak-anak dan remaja pada gadget, sangat penting memastikan Gen Z mendapatkan teman di lingkungan nyata mulai dari keluarga, masyarakat sekitar, hingga lingkungan sekolah.

Kata Erma, orangtua harus mengambil inisiatif untuk memahami dunia mereka yang rujukan utamanya adalah dunia digital seperti media sosial dan permainan online.
“Tadi saya tanya ke audiens yang datang yang mayoritas adalah ibu-ibu muda, apakah mereka mem-follow akun medsos anak-anak mereka. Ternyata jawabannya, tidak ada yang follow,” ujar perempuan yang juga menjabat sebagai Plt Ketua DPC PDI-P Kabupaten Tulungagung itu.
Padahal dengan, antara lain, mem-follow akun media sosial Gen Z, para orangtua akan berpeluang lebih besar untuk bisa berkomunikasi dalam bahasa yang relate (terhubung) dengan alam berpikir mereka.
Dalam kondisi demikian, lanjutnya, anak-anak dan remaja Gen Z akan lebih terbuka dalam berkomunikasi di dalam keluarga dan juga tidak akan merasa sendiri dalam menghadapi persoalan psikis mereka.
Di sekolah, kata Erma, inisiatif serupa harus dilakukan oleh guru bimbingan dan konseling (BK) sehingga anak didik bisa mendapatkan lingkungan sekolah yang ramah.
“Selama ini kebanyakan kan justru pada menjauh dari guru BK karena yang berurusan dengan guru BK ini biasanya siswa yang bermasalah,” tuturnya.
Masyarakat dan juga pemerintah, lanjut Erma, juga harus berperan aktif, misalnya, dengan memastikan adanya “posyandu remaja” yang memberikan konseling bagi persoalan-persoalan sehari-hari yang mereka hadapi.
Kata Erma, selama ini posyandu lebih banyak memberikan pelayanan pada warga lanjut usia dan ibu hamil saja.
Lebih jauh, Erma mengharapkan bahwa sosialisasi itu dapat menumbuhkan kesadaran bersama untuk mengadvokasi pentingnya penyelamatan Gen Z dalam menyongsong Indonesia Emas.
Selain dihadiri oleh pegiat KPI, kegiatan sosialisasi tersebut juga diikuti oleh pengurus Muslimat, Fatayat, Aisyah, Perempuan Katolik, Persit, Penggerak PKK, Bhayangkari, dan lain sebagainya.
Pada kesempatan yang sama, Sekretaris KPI Blitar Raya Titin Dwi Susanti mengatakan bahwa saat ini banyak kalangan muda khususnya kaum perempuan yang concern pada masalah kesehatan mental.
Selain itu, kata Titin, anak-anak dan kalangan remaja saat ini juga banyak menghadapi kasus-kasus bullying dan kekerasan seksual. (Asip Hasani/asp)