KANIGORO, BlitarRaya.com – Sidang Paripurna DPRD Kabupaten Blitar, Jawa Timur, dengan agenda penandatangan kesepakatan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) untuk perubahan APBD (PAK) 2025 batal digelar.
Sidang yang dijadwalkan berlangsung pada Jumat (15 Agustus 2025) pukul 13.00 WIB itu juga mengagendakan penandatanganan kesepakatan KUA-PPAS (perencanaan dan prioritas anggaran) untuk APBD 2026.
Namun hingga sekitar pukul 14.00 WIB, kurang dari 5 anggota dewan yang terlihat datang ke kompleks gedung Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Blitar.
Batalnya sidang paripurna itu menjadi yang ketiga kalinya setelah dua kali sidang paripurna DPRD Kabupaten Blitar pada tahapan sebelumnya batal digelar karena kehadiran anggota dewan tidak kuorum.
Ketua Fraksi Gerakan Pembangunan Demokrat (FGPD), Sugianto, mengatakan bahwa gagalnya paripurna disebabkan oleh tidak terakomodasinya “pokok pikiran” (pokir) anggota legislatif dalam KUA-PPAS APBD Perubahan (PAK) 2025 dan KUA-PPAS APBD 2026 yang hendak ditandatangani.
“Karena kita mengajukan pokir berbasis pada aspirasi warga di dapil masing-masing. Kok Bupati ujug-ujug mau mengubah semua,” ujar pria yang biasa dipanggil Sugi itu di Kanigoro, Jumat sore.
Baca juga:Paripurna DPRD Kabupaten Blitar Batal, Bupati Rijanto Pun Pergi Usai 2 Jam Menunggu
Sugi mengingatkan bahwa pokir dari pihak legislatif bukan barang “haram” dalam proses penyusunan, pembahasan dan pengesahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) berdasarkan peraturan perundangan yang ada.
Kata Sugi, pihak eksekutif melalui Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) yang diketuai oleh Pj Sekretaris Daerah Khusna Lindarti berdalih penghapusan pokir didasarkan pada arahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar mereview penyusunan dan pelaksanaan APBD.
“Arahan KPK. Selalu itu yang jadi tameng. Padahal semua daerah di Indonesia diundang KPK, mendapat arahan supaya tidak terjadi gratifikasi, penyalahgunaan dan sebagainya,” ujarnya.
Pokir anggota dewan, kata dia, diserap dari beberapa kegiatan yang melekat pada tugas dan fungsi legislatif, yakni penyerapan aspirasi dalam masa reses, rapat dengar pendapat hingga penyampaian aspirasi berbagai elemen masyarakat secara langsung kepada DPRD.
“Bahkan, pokir juga menyerap hasil dari musrenbang (musyawarah perencanaan pembangunan),” kata politisi Partai Gerindra yang juga duduk sebagai Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Blitar itu.
Menurut Sugi, setidaknya terdapat tiga pilar yang turut membentuk penyusunan APBD, yakni visi misi kepala daerah, pilar teknokratik, dan pokir legislatif.
“Kenapa pembahasan alot. Karena yang dikupas hanya pokir. Yang visi misi dan teknokratik tidak di-review. Kan aneh,” ujarnya mempertanyakan cara pihak eksekutif menafsirkan arahan KPK.
Sugi mengingatkan bahwa FGPD dengan 10 kursi tidak akan menyepakati dokumen KUA-PPAS yang diajukan pihak eksekutif selama belum ada kesepekatan di antara kedua pihak.
Kata Sugi, fraksi yang ia pimpin siap dengan kemungkinan terburuk berupa gagalnya kesepakatan kebijakan keuangan dan prioritas anggaran perubahan untuk APBD 2025 hingga akhir tahun anggaran.
Jika tidak ada kesepakatan untuk APBD 2025 perubahan, kata dia, akan ada dana Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) yang sangat besar tidak teralokasikan.
“Karena sampai sekarang pun penyerapan anggaran induk APBD 2025 sangat rendah. Gak sampai 10 persen,” ujarnya tentang APBD 2025 Kabupaten Blitar sebesar sekitar Rp 2,6 triliun itu.
Senada dengan Sugi, Wakil Ketua DPRD Kabupaten Blitar, M Rifai, menegaskan bahwa batalnya sidang paripurna disebabkan oleh belum adanya kesepakatan atas dokumen perencanaan keuangan daerah itu.
“Kalau saya selaku pimpinan DPRD tetap menjadwalkan sidang paripurna. Tapi ini kan menyangkut 50 anggota,” ujar Sekretaris DPC Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Kabupaten Blitar itu.
Rifai secara khusus menggarisbawahi masalah utamanya terletak pada tidak terserapnya pokir anggota dewan yang telah disusun sejak 2024 dalam KUA-PPAS APBD Perubahan 2025.
“Ini aspirasi bapak ibu anggota. Karena yang namanya pokir ini zamannya 2024 untuk dikerjakan di 2025. Jangan ujug-ujug mau mengubah semaunya sendiri gitu,” tuturnya.
Menurutnya, sebenarnya pokir anggota DPRD bisa dengan mudah diselaraskan mata alokasi anggaran teknokratik yang ada di Sistem Informasi Pemerintahan Daerah (SIPD).
Ia berharap agar semua pihak segera dapat mencapai kesepakatan demi kepentingan masyarakat luas.
“Kita siap semuanya untuk kepentingan masyarakat. Tapi ya lihat-lihat kepentingan masyarakat yang dibutuhkan saat ini apa,” pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, Jumat (8 Agustus 2025), rapat paripurna dengan agenda penyampaian perencanaan keuangan untuk APBD 2025 perubahan dan APBD 2026 untuk kedua kalinya batal karena hanya 13 dari 50 anggota DPRD Kabupaten Blitar yang hadir.
Selain masalah tidak terakomodasinya pokir anggota DPRD dalam dokumen perencanaan keuangan tersebut, terdapat juga spekulasi alotnya pembahasan disebabkan juga oleh upaya resistensi legislatif pada fenomena “matahari kembar” dalam kepemimpinan daerah Kabupaten Blitar.
Meki demikian, Bupati Blitar Rijanto menolak anggapan adanya “perselisihan” dan hubungan buruk antara eksekutif dan legislatif dengan mengatakan bahwa hubungan keduanya “baik-baik saja”. (asp)
*Catatan Redaksi: Artikel ini telah mengalami koreksi pada judul dan sejumlah bagian dalam tubuh berita.