Kamis, 28 Agustus 2025 | 23:58 WIB
23.3 C
Blitar

Petani Keluhkan Jatuhnya Harga Tebu, Pabrik Gula RMI Pimpin Penurunan Harga Beli

-- advertisement --spot_img
-- advertisement --spot_img

KANIGORO, BlitarRaya.com – Petani dan pemasok tebu di wilayah Kabupaten Blitar, mengeluhkan penurunan harga pembelian tebu yang dipatok pabrik gula meskipun pasokan dari panen raya tebu 2025 masih terserap.

Penurunan harga jual tebu mencapai lebih dari 30 persen saat ini jika dibandingkan dengan harga jual tertinggi tahun lalu. Sementara, musim panen tebu 2025 diperkirakan masih akan berlangsung 2 hingga 3 bulan mendatang.

Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Kabupaten Blitar, Mujib, mengatakan bahwa saat ini pabrik gula yang berada di bawah naungan BUMN perkebunan membeli tebu di kisaran Rp 800.000 per ton.

“Harga tebu terus turun. Semakin ke sini semakin turun. Di awal musim panen harganya sekitar Rp 850.000 per ton,” ujar Mujib saat ditemui, Kamis (28 Agustus 2025).

Tren penurunan harga di musim panen raya tebu, kata dia, merupakan fenomena yang tidak biasa dibandingkan pola pergerakan harga pada musim panen raya tahun-tahun sebelumnya.

“Kalau tahun-tahun sebelumnya, pembelian pabrik terus merangkak naik mulai dari awal musim panen hingga akhir. Menjelang berakhir musim panen harganya paling tinggi, bisa mencapai Rp 950.000 bahkan pernah menyentuh harga Rp 1.250.000 per ton.

“Tapi sekarang kok malah turun padahal saat ini sudah melewati lebih dari separuh masa panen raya,” ujar pria yang juga duduk sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Blitar dari Partai Gerindra itu.

Baca juga:

Pabrik gula swasta PT Rejoso Manis Indo (RMI) yang selama ini dikenal membeli tebu rakyat dengan harga tinggi, ujarnya, saat ini justru mematok harga lebih rendah dibandingkan harga pembelian oleh pabrik gula pelat merah.

mujib
Ketua HKTI Kabupaten Blitar, Mujib, saat ditemui, Rabu (27 Agustus 2025) | Foto: BlitarRaya.com

Menurut Mujib, pabrik gula menurunkan harga pembelian tebu dengan alasan rendemen tebu menurun. Namun, petani tidak pernah dapat melihat bukti penurunan rendemen tersebut.

Turunnya harga tebu rakyat, kata Mujib, diduga juga disebabkan masuknya gula rafinasi ke pasar gula konsumsi.

“Informasi yang beredar di kalangan petani, sedang masuk besar-besaran gula rafinasi atau gula industri ke pasar gula konsumsi,” ujarnya.

Rendahnya harga pembelian tebu oleh pabrik gula, tentu memberikan tekanan pada harga tebu di tingkat petani. Kata Mujib, saat ini pemborong tebu mematok harga beli tebu di lahan di angka Rp 450.000 per ton.

“Pemborong membeli tebu petani Rp 450.000 per ton. Biaya tebang dan angkut menjadi tanggungan pemborong,” tuturnya. Namun, Mujib tidak menyebut berapa harga tebu di tingkat petani pada musim panen raya tahun sebelumnya.

Kata Mujib, jika harga menyentuh Rp 400.000 per ton di tingkat pietani maka dipastikan petani tebu akan merugi.

Meski demikian, Mujib mengatakan bahwa hingga saat ini tebu rakyat hasil panen raya tahun 2025 masih terus dapat diserap oleh pabrik gula yang ada di wilayah Blitar dan sekitarnya.

Sementara itu, Manajer Hubungan Eksternal dan Pemerintah PT RMI, Putut Hindaruji, membenarkan turunnya harga pembelian tebu oleh PT RMI dari kisaran Rp 800.000 per ton di awal musim panen atau masa giling menjadi Rp 765.000 per ton saat ini.

Pihaknya menurunkan harga pembelian tebu, kata dia, menyesuaikan dengan turunnya rendemen produksi gula berbasis tebu rakyat.

Kata Putut, sejak 3 bulan berlangsungnya masa giling tebu kali ini telah tercatat terjadi penurunan rendemen antara 1,6 hingga 1,7 persen dari tingkat rendeman di sepanjang masa giling tahun lalu.

“Kalau tahun lalu rendemen 9,02 persen, mungkin rendemen musim giling tahun ini ada di angka 7 persen nantinya,” tutur Putut.

Turunnya rendemen tebu, kata dia, diduga disebabkan fenomena “kemarau basah” pada masa panen tebu tahun 2025.

Putut menambahkan bahwa pasokan tebu pada musim giling tahun 2025 ini meningkat hingga 20 persen dibandingkan 2024, sehingga diperkirakan masa giling masih akan berlangsung hingga 3 bulan mendatang.

“Kuantitas tebu yang kami giling akan lebih banyak namun kenaikan produksi gula tidak signifikan karena turunnya rendemen,” ujarnya.

Putut juga menyangkal informasi sulitnya penjualan gula yang diproduksi pabrik ke pasar gula konsumsi. Sebaliknya, justru serapan pasar gula konsumsi di musim giling tahun ini lebih lancar dibandingkan serapan di musim giling tahun-tahun sebelumnya. (asp)

Jangan Lewatkan

-- advertisement --spot_img
spot_img