Sabtu, 4 Oktober 2025 | 03:31 WIB
22 C
Blitar

Adopsi Teknologi Digital di Pertanian Bisa Tumbuhkan Petani Muda, Apa Kendalanya?

-- advertisement --spot_img
-- advertisement --spot_img

KANIGORO, BlitarRaya.com – Adopsi atau penggunaan teknologi berbasis digital diyakini akan mendorong anak muda khususnya dari kalangan Generasi Z untuk menerjuni sektor pertanian yang tengah menghadapi kendala regenerasi.

Pengajar pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor (IPB), Mahmudi Siwi, mengatakan bahwa penggunaan digital di sektor pertanian akan meningkatkan minat generasi muda menerjuni profesi petani.

“Teknologi dalam tanda kutip bisa menjadi mainan baru dalam pertanian bagi generasi muda. Karena generasi muda ini kan digital native, lahir sesudah teknologi digital berkembang,” ujar Siwi, Sabtu (27 September 2025).

“Kita tawarkan pertanian tidak melalui bagaimana budi dayanya tapi bagaimana teknologi digunakan,” tambahnya saat ditemui di lahan budi daya melon yang dikelola komunitas Swarga Tani Sabda Langit di Desa Gogodeso, Kecamatan Kanigoro, Kabupaten Blitar.

Baca juga:

Siwi memaksudkan teknologi digital dengan Internet of Things (IoT), yakni teknologi yang merakit beragam instrumen secara digital dengan tujuan akhir peningkatan produktivitas dan efisiensi.

Ringkasan pengertian IoT adalah jaringan perangkat pintar dan peralatan lainnya yang saling terhubung dan bekerja secara otomatis melalui pertukaran data dengan penggunaan sensor sebagai salah satu kunci sistem kerjanya.

“Misalnya dalam budi daya melon. Suhu kelembapan ruang, unsur hara dalam media tanam itu digabung oleh IoT. Sehingga kita tahu presisinya dan kemudian tahu kapan harus memupuk dan lain sebagainya. Dengan IoT juga terjadi automasi,” tuturnya.

swarga tani sabda langit
Pegiat pertanian Heri Langit saat menerima kedatangan mahasiswa dan pengajar IPB di lahan budi daya melon Desa Gogodeso, Kecamatan Kanigoro, Kabupaten Blitar, Sabtu (27 September 2025) | Foto: BlitarRaya.com

Meski demikian, kata Siwi, adopsi teknologi digital oleh petani masih sangat rendah meskipun teknologi digital telah cukup lama berkembang.

Hal itu dapat dimaklumi karena pemanfaatan teknologi digital dalam pertanian membutuhkan biaya yang cukup tinggi sehingga baru dikembangkan dan digunakan perusahaan besar.

Fakta tersebut, kata dia, menjadi tantangan bagi kalangan akademisi dan lembaga perguruan tinggi untuk menemukan teknologi tepat guna berbasis digital yang modalnya terjangkau bagi petani kelas menengah ke bawah.

Di sisi lain, pemerintah harus membuka lebih lebar lagi akses petani ke lembaga perbankan.

“Penggunaan teknologi kalau bisa juga menjadi jaminan rendahnya gagal panen sehingga pihak perbankan bisa memberikan kredit yang susai,” tutur Siwi.

“Dan kampus harus turun ke petani, menemukan teknologi yang sesuai penerapannya pada skala menengah atau skala kecil,” imbuhnya.

Kata Siwi, saat ini pun IPB tengah memberikan perhatian khusus pada pengembangan smart farming berbasis pada teknologi IoT.

Hal itu dilakukan dengan kesadaran pada upaya mengembangkan sektor pertanian di satu sisi dan juga upaya meningkatkan minat generasi muda pada sektor pertanian.

Menurut Siwi, penurunan minat generasi muda pada bidang pertanian dapat dilihat dari penurunan sekitar 30 persen minat anak muda untuk mendaftar ke program studi yang berkaitan dengan pertanian.

Sementara itu, pegiat pertanian dari Desa Gogodeso, Heri Dwi Rudi P alias Heri Langit, mengatakan bahwa keberadaan komunitas Swarga Tani Sabda Langit dilatarbelakangi oleh keprihatinan pada semakin menurunnya minat anak muda pada sektor pertanian.

Budi daya melon dalam dua green house yang masing-masing berukuran 11 meter x 50 meter di Desa Gogodeso, lanjutnya, merupakan bagian dari upaya menjawab persoalan tersebut.

“Kami sebenarnya sudah menyiapkan teknologi yang nanti pengoperasiannya berbasis digital. Beberapa alat harus kami beli dari Jepang. Tapi untuk panen pertama ini alat itu belum dapat kami gunakan,” tutur Heri yang pernah dikenal dalam kiprahnya mengorganisir kalangan paranormal itu.

Menurut Heri, komunitas Swarga Tani Sabda Langit berharap kelak dapat menyediakan “sekolah lapangan pertanian” bagi anak muda dengan cara budi daya yang mengombinasikan kearifan lokal dan teknologi modern termasuk IoT. (asp)

Jangan Lewatkan

-- advertisement --spot_img
- Advertisement -spot_img