BlitarRaya.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan penetapan 21 tersangka baru kasus dugaan korupsi dana hibah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Jawa Timur (Jatim) periode 2019-2022, Kamis (2 Oktober 2025).
“Setelah dilakukan serangkaian kegiatan penyelidikan dan penyidikan, maka berdasarkan kecukupan alat bukti, KPK kemudian menetapkan 21 orang sebagai tersangka,” ujar Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, pada konferensi pers di Gedung Merah Putih, Jakarta, Kamis.
Dari 21 tersangka tersebut, mencuat nama eks Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jatim periode 2019-2024, Kusnadi (67 tahun), yang diduga berada di pusat pusaran kasus korupsi ini. Sebelum terbelit kasus ini, Kusnadi menjabat sebagai Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Provinsi Jatim.
Nama penting lain di antara 21 tersangka itu adalah Anwar Sadad (52 tahun), mantan Wakil Ketua DPRD Jatim dari Fraksi Partai Gerindra yang pada Pemilu 2024 lalu berhasil melenggang ke Senayan sebagai Anggota DPR RI periode 2024-2029.
Terdapat juga warga Kota Blitar bernama Jodi Pradana Putra yang memegang peran penting sebagai salah satu koordinator lapangan (korlap).
Baca juga:
- Kronologi Korupsi Pengadaan Chromebook yang Seret Nadiem dan 4 Lainnya Jadi Tersangka
- Gus Adib Jadi Tersangka ke-7 Kasus Korupsi Dam Kalibentak
- BK DPRD Blitar Temui Terlapor Dugaan Penelantaran Anak, Pengacara: Akan Kami Laporkan ke Pimpinan
Kata Asep, penetapan 21 tersangka itu merupakan hasil pengembangan dari operasi tangkap tangan (OTT) KPK terhadap eks Wakil Ketua DPRD Jatim, Sahat Tua Parlindungan Simanjuntak asal Partai Golkar itu pada Rabu (14 Desember 2022), lebih dari 2,5 tahun lalu. Usai momen OTT itu, KPK menetapkan 4 orang termasuk Sahat sebagai tersangka.
Dana publik yang dikorupsi dalam kasus ini adalah dana hibah dari APBD Jatim selama 4 tahun anggaran yang merupakan jatah pokok pikiran (pokir) dari pimpinan dan anggota DPRD Jatim kepada puluhan kelompok masyarakat (pokmas).
Penerima dan pemberi suap
KPK memilah 21 tersangka baru tersebut menjadi dua klaster, yakni klaster penerima suap yang terdiri 4 tersangka dan klaster pemberi suap sebanyak 17 tersangka.
Klaster penerima suap adalah:
- Kusnadi (Ketua DPRD Jatim periode 2019-2024);
- Achmad Iskandar (Wakil Ketua DPRD Jatim periode 2019-2024);
- Anwar Sadad (Wakil Ketua DPRD Jatim periode 2019-2024, kini anggota DPR RI);
- Bagus Wahyudyono (staf ahli Anwar Sadad).
Klaster pemberi suap adalah:
- Mahud (Anggota DPRD Jatim periode 2019-2024);
- Fauzan Adima (Wakil Ketua DPRD Kabupaten Sampang periode 2019-2024);
- Jon Junadi (Wakil Ketua DPRD Probolinggo periode 2019-2024);
- Ahmad Affandy (swasta Semarang);
- Ahmad Heriyadi (swasta Semarang);
- Abdul Motolib (swasta Semarang);
- Moch Mahrus (swasta Probolinggo);
- A Royan (swasta Tulungagung);
- Wawan Kristiawan (swasta Tulungagung);
- Ra Wahid Ruslan (swasta Bangkalan);
- Mashudi (swasta Bangkalan)
- M Fathullah (swasta Pasuruan)
- Achmad Yahya (swasta Pasuruan)
- Ahmad Jailani (swasta Sumenep)
- Hasanuddin (swasta Gresik)
- Jodi Pradana Putra (swasta Blitar)
- Sukar (kades di Tulungagung)

Dana publik apa yang dikorupsi
Dalam keterangan persnya Kamis lalu, KPK melalui Asep Guntur Rahayu menyebut bahwa tindak pidana korupsi ini melibatkan anggaran dana hibah dari APBD Jatim selama 4 tahun anggaran sebesar Rp 398,7 miliar.
Baca juga:
- KPK Lanjutkan Pemeriksaan Kasus Dana Hibah APBD Jatim, Sejumlah Kades di Blitar Ikut Diperiksa
- Anggota DPRD Kota Blitar Diperiksa KPK sebagai Saksi Kasus Korupsi Dana Hibah APBD Jatim
Namun, dana sebesar itu baru merupakan jatah “pokok pikiran (Pokir)” Kusnadi selaku Ketua DPRD Jatim yang dibelanjakan sebagai dana hibah dalam APBD Jatim kepada sejumlah pokmas. KPK belum mengungkap pokir dana hibah jatah untuk dua Wakil Ketua DPRD yang juga telah ditetapkan sebagai tersangka.
Menurut KPK, dana pokir jatah Kusnadi sebesar Rp 398,7 miliar itu berasal dari 4 tahun anggaran APBD Provinsi Jatim yang terus naik dari tahun ke tahun. Rinciannya, APBD 2019 Rp 54,6 miliar; APBD 2020 Rp 84,4 miliar; APBD 2021 Rp 124,5 miliar; dan, APBD 2022 Rp 135,2 miliar.
Bagaimana alur korupsi
Sejauh yang diungkapkan Asep, korupsi dana hibah APBD Jatim jatah pokir pimpinan dan anggota DPRD ini melibatkan peran koordinator lapangan (korlap), para admin dan orang-orang yang mewakili pokmas penerima dana hibah.
Para pimpinan dan anggota DPRD Jatim berperan mengondisikan proposal-proposal yang diajukan oleh pokmas tertentu untuk disetujui. Lalu korlap memegang dana hibah, mengordinasi tugas admin, dan mengoordinasi sejumlah pokmas. Admin bertugas menyusun proposal program penggunaan dana hibah hingga laporan pertanggungjawaban (LPj) keuangan.
Korlap juga memegang peran sentral sebagai penghubung antar pihak termasuk melakukan komunikasi dengan para anggota DPRD yang memiliki jatah pokir. Korlap juga memegang dana hibah yang telah dicairkan melalui Bank Jatim untuk dibagikan ke setiap pihak.
Bagaimana pembagian hasil korupsi
Dari jatah pokirnya, Kusnadi diduga memungut fee di kisaran 15 persen hingga 20 persen. Dengan total dana hibah jatah pokir sebesar Rp 398,7 miliar, maka Kusnadi diduga menerima total fee senilai Rp 79,7 miliar dalam 4 tahun anggaran itu. KPK juga mencatat sebanyak Rp Rp 32,2 miliar di antara fee itu diberikan melalui rekening bank milik istri Kusnadi.
“Dari anggaran pokir tersebut, terjadi kesepakatan pembagian fee antara saudara KUS (Kusnadi) dan korlap. Sudara KUS mendapat sekitar 15-20 persen,” kata Asep.
Pemberian fee disebut dilakukan oleh 5 orang korlap, yakni Jodi Pratama Putra, Hasanuddin, Sukar, Wawan Kristiawan, dan A Royan. Sebagian dari fee untuk Kusnadi, kata Asep, diberikan di depan (ijon) sebelum dana hibah itu dicairkan.
Jika Kusnadi mendapatkan fee 15 persen hingga 20 persen, korlap disebut mendapatkan bagian antara 5 persen hingga 10 persen dari nilai dana hibah. Selanjutnya, admin mendapatkan 2,5 persen dan pengurus pokmas 2,5 persen.
Dengan demikian, kata Asep, dana yang benar-benar disalurkan kepada pokmas paling besar 70 persen dari nilai setiap dana hibah dan paling sedikit 55 persen.
“Sehingga dana pokir yang betul-betul digunakan untuk program masyaraat hanya 55 persen sampai 70 persen dari anggaran awal,” ujarnya.
KPK menjerat para tersangka dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Pada kesempatan itu, Asep juga mengutarakan dugaan adanya pertemuan-pertemuan antara pimpinan DPRD Jatim dengan fraksi-fraksi untuk menentukan pembagian jatah pokir bagi setiap anggota DPRD dalam belanja dana hibah APBD Jatim 2019-2022.
Dalam paparan yang disampaikan Asep, KPK belum mengungkap berapa jatah pokir untuk dana hibah dari dua penerima suap lainnya, yakni Achmad Iskandar (Wakil Ketua DPRD Jatim periode 2019-2024) dan Anwar Sadad (Wakil Ketua DPRD Jatim periode 2019-2024). (Tim Redaksi)