Rabu, 22 Oktober 2025 | 17:49 WIB
26.1 C
Blitar

Memahami 4 Jam ‘Dirty Vote II o3’ Hanya dalam Beberapa Menit, Begini Caranya

-- advertisement --spot_img
-- advertisement --spot_img

BlitarRaya.com –  DV Production kembali mengusik perhatian publik lewat film dokumenter. Kali ini bertajuk Dirty Vote II o3 – Full Movie yang dirilis di YouTube tepat saat pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka berusia satu tahun pada 20 Oktober 2025.

Berbeda dari film pertama yang fokus pada kecurangan pemilu, Dirty Vote II o3 – Full Movie mencoba menggambarkan bagaimana desain kecurangan telah mengalami evolusi menjadi sebuah sistem politik yang korup, namun formal di mata negara, demi melanggengkan kepentingan oligarki.

Baca juga: Sempat Hilang, Film ‘Dirty Vote’ Bisa Ditonton Lagi! Ini Link-nya

Film yang hingga Rabu (22 Oktober 2025) pukul 14.04 WIB telah mendapat 641.887 views ini berdurasi 4 jam, jauh lebih panjang dibandingkan film pertama, Dirty Vote – Full Movie, yang berdurasi 1 jam 57 menit 21 detik.

Menyaksikan penuh selama 4 jam tentu saja merupakan cara terbaik untuk mendapatkan gambaran utuh apa sebenarnya pesan film ini. Namun, durasi sepanjang itu boleh jadi membuat orang enggan menonton film yang disutradarai Dandhy Dwi Laksono ini.

Nah, jika itu yang Anda alami, silakan coba tips berikut:

Pertama, baca tinjauan singkatnya. Anda akan mendapatkan gambaran menyeluruh, meski tidak detail. 

Kedua, perhatikan poin-poin pentingnya dengan menyimak videonya langsung ke bagian yang menggambarkan poin-poin tersebut. Hal ini bisa dilakukan dengan mudah jika tersedia timecode yang bisa diklik. Sayangnya, Dirty Vote II o3 tidak menyediakan hal itu di deskripsinya.

Tapi jangan khawatir. Untuk memudahkan Anda melakukan itu, redaksi BlitarRaya.com telah memasukkan hyperlink yang mengarah pada bagian-bagian tersebut. Klik saja timecode-nya, Anda akan dibawa langsung ke bagian video yang dimaksud.

Tinjauan Singkat Dirty Vote II o3

Film ini dibintangi Bivitri Susanti, Feri Amsari, Zainal Arifin Mochtar, dan Bhima Yudhistira. Tiga nama pertama dikenal luas sebagai pakar hukum tata negara, sedangkan Bhima adalah peneliti ekonomi.

Dalam film ini, mereka membangun argumen bahwa seluruh sistem kenegaraan telah dibajak (state capture) dan diprogram secara otomatis untuk selalu menguntungkan kelompok yang sama, yaitu kelompok oligarki yang berada di balik layar kekuasaan.

Menurut para narasumber, pembajakan tersebut dilatarbelakangi atau terkait dengan kemenangan yang diperoleh rezim saat ini melalui kecurangan sistematis pada pemilu 2024 lalu (Dirty Vote). 

Hal ini membuat rezim merasa tidak aman (insecure) [00:05:29] sehingga melakukan konsolidasi kekuasaan melalui tiga pilar strategi utama yang disebut “3 O”: Otot, Otak, dan Ongkos yang merujuk pada aturan, lembaga, dan uang negara. 

  1. Strategi Otot

Yang dimaksud strategi otot adalah upaya penguatan kekuatan koersif (hard power) dengan memperluas peran TNI dan Polri melampaui fungsi utamanya, serta mengisi jabatan sipil dengan perwira aktif.

Strategi ini dijalankan antara lain dengan: 

  • Pembatasan partisipasi publik:
    Saat pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) TNI, gedung DPR dipagari dan peluang partisipasi publik dibatasi [00:30:33].
  • Pembentukan Komcad:
    Rencana pembentukan Komponen Cadangan (Komcad) terus berlanjut di bawah Kementerian Pertahanan, dengan target 25.000 orang [00:34:42].
  • Rangkap jabatan perwira aktif:
    Sebanyak 52 perwira aktif merangkap jabatan sipil di berbagai kementerian dan lembaga negara, seperti Irjen di Kementerian UMKM hingga Sekjen di DPD RI) [00:25:49].
  • Perluasan kekuatan militer:
    Ada penambahan 6 Komando Daerah Militer (Kodam) baru, sehingga di seluruh Indonesia total ada 21 Kodam. [00:33:02]. [03:59:01].
  1. Strategi Otak

Strategi Otak, menurut film ini, dijalankan dengan fokus pada perubahan regulasi dan hukum untuk mendukung kepentingan oligarki. Hal ini disebut sebagai “Kartel Politik” dan “Persenjataan Hukum” (Weaponization of Law) –menggunakan hukum sebagai alat berkuasa [03:50:54].

Kartel politik berupa persekongkolan antarparpol di DPR merupakan pintu masuk utama bagi pebisnis besar dalam menentukan kebijakan negara.

Sedangkan perubahan hukum dilakukan melalui revisi cepat terhadap berbagai undang-undang (misalnya UU TNI, UU BUMN, UU Kementerian Negara, UU Pilkada, UU Cipta Kerja, dan UU Minerba) dilakukan untuk memastikan sistem politik berjalan sesuai kepentingan kelompok berkuasa.

  1. Strategi Ongkos

Yang dimaksud Strategi Ongkos adalah hal-hal yang berkaitan dengan penggunaan anggaran dan sumber daya negara untuk memperkaya diri dan melanggengkan kekuasaan. Hal ini terkait erat dengan kartel politik yang mengatur kebijakan ekonomi.

Kebijakan Kontroversial dan Gejolak Sosial

Film ini menyoroti serangkaian kebijakan kontroversial akibat rasa insecure yang kemudian memicu lahirnya gejolak sosial:

  • Pemangkasan APBN:
    Presiden menerbitkan Inpress Efisiensi 2025, memangkas APBN hingga Rp306 triliun [00:13:10].
  • Krisis LPG 3 Kg:
    Kebijakan penghentian eceran LPG 3 kg mengakibatkan antrean panjang, bahkan satu orang meninggal di tengah antrean [00:13:40].
  • Peluncuran Danantara:
    Danantara diluncurkan untuk menghimpun dana, tapi memicu banyak perdebatan dan catatan [00:14:06].
  • Prahara Agustus 2025:
    Kemarahan publik memuncak setelah tersulut keputusan DPR menaikkan tunjangan di tengah kesulitan rakyat [03:47:19]. Unjuk rasa meluas tapi direpresi secara brutal dan mengakibatkan 10 orang meninggal dunia, termasuk seorang driver ojek online (ojol) yang dilindas mobil aparat, serta 2 orang dinyatakan hilang [03:47:41].

Seruan Perubahan

Bagian akhir film ini menegaskan bahwa tujuan utama rezim yang berkuasa adalah membangun Kapitalisme Terpimpin —sistem sentralistik ala Tiongkok— yang dilegitimasi melalui upaya pengembalian UUD 1945 naskah awal [03:48:58].

Dikatakan bahwa ini merupakan evolusi dari kecurangan (Pemilu 2024) menjadi “Pembajakan Negara” (State Capture), di mana seluruh sistem diprogram otomatis untuk melayani dan menguntungkan oligarki.

Karena itu, diserukan semua elemen bergerak dengan kesadaran bahwa tidak ada juru selamat, karena satu-satunya juru selamat adalah diri kita sendiri, melalui gerakan sosial bersama.

Bagian akhir film ini juga menekankan jika sistem lama tidak bisa dibenahi, masyarakat harus meninggalkannya ramai-ramai dan membangun kekuatan politik baru (partai atau organisasi baru), sekecil apa pun skalanya. Memang tidak bisa instan, karena ini permainan panjang. Tapi harus dimulai sekarang. (mr)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Jangan Lewatkan

-- advertisement --spot_img
- Advertisement -spot_img