Jumat, 22 Agustus 2025 | 02:20 WIB
26.5 C
Blitar

Kisah Pilu MHK, Terancam Deportasi setelah 10 Tahun di Tulungagung bersama Orangtuanya

-- advertisement --spot_img
-- advertisement --spot_img

SRENGAT, BlitarRaya.com – Petugas dari Kantor Imigrasi Kelas II Non TPI Blitar menangkap pria muda bernama inisial MHK (23 tahun) di sebuah rumah di pedesaan Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, akhir Juli 2025 lalu.

Ia dijemput petugas Intelijen dan Penindakan Keimigrasian dari rumah yang ia tinggali selama 10 tahun terakhir bersama kedua orangtuanya dan dibawa ke tahanan Kantor Imigrasi Blitar di Srengat, Kabupaten Blitar.

Kini, MHK duduk di kursi pesakitan di Pengadilan Negeri (PN) Tulungagung untuk menghadapi dakwaan pelanggaran Undang-Undang Keimigrasian karena sebagai warga negara asing (WNA) tidak dapat menunjukkan izin tinggal di wilayah Indonesia.

Kepala Seksi Teknologi Informasi dan Komunikasi Keimigrasian pada Kantor Imigrasi Blitar, Rini Sulistyowati, mengatakan bahwa MHK adalah WNA asal Malaysia namun telah tinggal selama 10 tahun di Tulungagung tanpa izin tinggal yang sah.

“MHK tidak dapat menunjukkan dokumen keimigrasian atau pun izin tinggal yang sah,” ujar Rini saat dikonfirmasi BlitarRaya.com, Kamis (21 Agustus 2025) petang.

Baca juga:Imigrasi Tunda Rilis Paspor Merah Putih, Prioritaskan Pembenahan Sistem

Bagaimana MHK bisa tinggal begitu lama di Tulungagung sementara status kewarganegaraannya adalah warga negara Malaysia.

Menurut Rini, kedua orangtua MHK diduga adalah buruh migran yang pernah lama tinggal dan bekerja di Malaysia. Dalam periode itu, MHK lahir dan tercatat sebagai warga negara Malaysia.

Selanjutnya, 10 tahun lalu ketika MHK berusia sekitar 13 tahun, kedua orangtuanya pulang dan menetap di kampung halamannya di Tulungagung dengan membawa serta anak mereka, MHK.

“Mungkin orangtua yang bersangkutan merasa tidak ada yang salah membawa pulang anak kandung mereka ke kampung halaman di Tulungagung,” tutur Rini.

Rini menduga orangtua MHK tidak memiliki pemahaman keimigrasian sehingga mengabaikan kewajiban untuk memperpanjang izin tinggal MHK sebagai WNA.

Jika ingin menjadi Warga Negara Indonesia (WNI), kata Rini, kini MHK harus lebih dulu mengikuti proses persidangan dan menerima vonis yang akan dijatuhkan majelis hakim atas dakwaan pelanggaran Pasal 116 jo Pasal 71(b) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.

Dan jika vonis yang dijatuhkan berupa pidana kurungan badan, MHK pun harus lebih dulu menjalani masa hukuman sebelum memulai proses permohonan untuk menjadi WNI.

“Setelah proses hukumnya selesai, MHK harus kembali ke Malaysia lalu mengurus perjalanan ke Indonesia dengan izin tinggal sementara (VISAP),” ungkapnya.

Di Indonesia, kata Rini, MHK dapat memulai pengajuan permohonan menjadi WNI.

Rini menduga proses permohonan untuk menjadi WNI bagi MHK kelak tidak akan terlalu sulit karena kedua orangtua MHK adalah WNI.

Kasus MHK, kata Rini, diharapkan menjadi peringatan buat WNA lain dengan latar belakang riwayat menyerupai MHK. (asp)

Jangan Lewatkan

-- advertisement --spot_img
spot_img