Rabu, 8 Oktober 2025 | 04:46 WIB
25.7 C
Blitar

Anggota FPDIP DPRD Blitar Diputus Langgar Kode Etik dalam Kasus Penelantaran Anak

-- advertisement --spot_img
-- advertisement --spot_img

KANIGORO, BlitarRaya.com – Badan Kehormatan (BK) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Blitar akhirnya memutuskan anggota Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (FPDIP) bernama inisial S melanggar kode etik dalam kasus penelantaran anak.

Keputusan itu disampaikan BK pada Rapat Paripurna Pimpinan DPRD Kabupaten Blitar yang digelar Senin (6 Oktober 2025) malam.

“Pimpinan barusan menggelar paripurna, salah satunya paripurna keputusan kode etik yang dibacakan oleh Ketua Badan Kehormatan,” ujar Wakil Ketua DPRD Kabupaten Blitar M Rifai, Senin malam.

“Keputusan Badan Kehormatan, terlapor melanggar kode etik DPRD Kabupaten Blitar,” tambahnya.

Baca juga:

Kata Rifai, Rapat Paripurna Pimpinan DPRD Kabupaten tersebut tidak mengambil keputusan terkait adanya pelanggaran kode etik oleh S. Keputusan cukup melalui Badan Kehormatan yang telah dibacakan oleh Ketua Badan Kehormatan, Anik Wahjuningsih, pada Rapat Paripurna itu.

“Karena terlapor (S) bukan pimpinan dewan atau pun pimpinan AKD (alat kelengkapan dewan), maka Rapat Paripurna tidak mengambil keputusan. Cukup keputusan itu dari Badan Kehormatan,” anggota Fraksai Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) itu.

Rifai enggan mengungkap jenis atau poin pelanggaran yang dinilai oleh BK telah dilakukan oleh S.

Ia hanya menyatakan bahwa atas pelanggaran kode etik yang dilakukannya, S mendapatkan sanksi sebagaimana diatur dalam Pasal 20 huruf (a) pada Peraturan DPRD Kabupaten Blitar Tahun 2021.

BlitarRaya.com menerima copy dalam bentuk file digital dari peraturan tersebut namun tidak menemukan adanya Pasal 20 huruf (a).

Adanya Pasal 20 Ayat (1) yang berbunyi: Anggota DPRD yang terbukti melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 10 ayat (2), Pasal 11 ayat (5), Pasal 12, Pasal 13,Pasal 14, Pasal 15, Pasal 18 dan/atau Pasal 19, dikenai sanksiberdasarkan keputusan Badan Kehormatan.

Baca juga:

Meski diputuskan melanggar Kode Etik DPRD Kabupaten Blitar, Rifai mengindikasikan tidak adanya sanksi bagi S dengan mengatakan bahwa keputusan yang disampaikan BK pada Rapat Paripurna tersebut akan disampaikan ke partai dimana S bernaung, yakni PDIP.

“Selanjutnya setelah kita Paripurnakan itu kita serahkan kepada pimpinan partai yang bersangkutan. Ada atau tidak sanksi bagi yang bersangkutan itu terserah partai,” kata dia.

Rifai juga menyatakan bahwa Rapat Paripurna Pimpinan tersebut praktis mengakhiri proses yang berlangsung di tingkat DPRD Kabupaten yang berawal dari adanya laporan penelantaran anak ke BK lebih dari dua bulan lalu itu.

“Dengan demikian, semua sudah selesai proses di DPRD. Dan itu menjadi catatan kita bersama kalau ada hal-hal yang melanggar kode etik,” pungkasnya.

Sejauh ini, S selaku terlapor, belum pernah bersedia memberikan pernyataan.

Penanganan kasus ini oleh BK sempat diwarnai tindakan yang “tidak etis”, yakni terjadinya pertemuan antara Ketua BK DPRD Kabupaten Blitar Anik Wahjuningsih serta dua anggota BK dengan terlapor S.

Diberitakan sebelumnya, seorang perempuan bernama inisial RD (30 tahun) melaporkan ke BK DPRD Kabupaten Blitar pertengahan Juli 2025 lalu seorang seorang anggota FPDIP bernama inisial S atas tuduhan penelantaran anak.

RD mengaku sebagai istri siri S dan telah melahirkan seorang anak perempuan yang kini berusia sekitar 2,5 tahun.

Dalam satu wawancara dengan awak media pertengahan Juli 2025 lalu, RD mengaku memutuskan untuk melaporkan S ke BK DPRD Kabupaten Blitar untuk meminta tanggung jawab sang anggota dewan terhadap anak hasil hubungannya dengan terlapor.

RD, warga Kecamatan Ponggok, Kabupaten Blitar yang mengaku menikah secara siri dengan sang anggota dewan pada awal 2022 telah beberapa kali tidak menerima nafkah dari suaminya.

Ia mengaku bahwa terlapor pernah tidak memberikan nafkah hingga 9 bulan berturut-turut.

“Saya maunya (komitmen) tanggung jawab nafkah itu dibuat tertulis dan memiliki kekuatan hukum. Nafkah dan biaya sekolah anak hingga perguruan tinggi lah. Saya tidak mau harus ngemis ngemis lagi ke bapaknya anak,” tuturnya.

Selain tanggung jawab nafkah dan biaya pendidikan kelak, RD juga menuntut agar nama sang anggota dewan tercantum pada akta kelahiran anak sebagai ayah biologisnya. (Tim Redaksi/asp)

Jangan Lewatkan

-- advertisement --spot_img
- Advertisement -spot_img