Minggu, 26 Oktober 2025 | 23:58 WIB
27.9 C
Blitar

Wamen Komdigi Nezar Patria: Diperlukan Inovasi dan ‘Critical Thinking’ Dalam Hadapi Masa-masa Kritis Adaptasi Teknologi AI Saat Ini

-- advertisement --spot_img
-- advertisement --spot_img

MALANG, Blitarraya.com – Wakil Menteri Komunikasi dan Digital Nezar Patria, Sabtu (25 Oktober 2025), mengatakan Bangsa Indonesia saat ini hingga lima tahun ke depan sedang menghadapi masa-masa kritis dalam adaptasi teknologi AI yang kini berkembang cepat dan menyentuh segala sendi kehidupan manusia.

“Diperlukan proses berpikir kritis dan inovatif di masa kritis ini. Sebagai contoh setahun lalu kita dikejutkan dengan Generatif AI dan Chat GPT, sekarang sudah banyak sekali aplikasi AI lain, dengan kemampuan yang jauh lebih dahsyat dibanding setahun lalu. Orang-orang di desa sekarang setiap hari sudah menggunakan Meta AI di WA. Dan Indonesia adalah pengguna WA nomor dua terbesar di dunia. Jadi kita semua kini sudah terpapar Generatif AI. Tapi, masih sedikit sekali dari kita yang tahu dan mengerti bagaimana teknologi AI ini bekerja. Padahal AI tidak semua bersifat positif, karena juga ada banyak disinformasi disana. Sehingga menjadi tugas hari ini untuk mempersiapkan generasi muda ke depan dengan pengetahuan dan kemampuan yang cukup soal teknologi AI ini,” ujar Nezar Patria, di hadapan 300an peserta seminar reuni nasional Forum Alumni Aktivis Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (FAA PPMI) di Universitas Brawijaya, Malang,

Menurut Nezar, dampak dari semua ini, ke depan kita harus menemukan strategi-strategi ekonomi baru sebagai dampak desrupsi teknologi AI kini.

Acara seminar dengan tema “Oase Gelap Terang Indonesia” ini dibuka oleh Rektor Universitas Brawijaya, Profesor Widodo, yang juga dulu mantan aktivis persma mahasiswa. Selain Nezar Patria sebagai pembicara utama, hadir juga pembicara Sekretaris Kementerian ESDM Ahmad Erani Yustika; aktivis sosial Inayah Wahid, dan pakar hukum tata negara Bivitri Susanti. Seminar ini merupakan salah satu kegiatan dari rangkaian acara reuni FAA PPMI.

FAA PPMI merupakan wadah alumni aktivis pers mahasiswa seluruh Indonesia yang berdiri pada 24 Januari 2015 lalu di Jakarta. Mereka adalah para mantan aktivis yang dulu tergabung dalam Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) dari berbagai kampus di seluruh Indonesia.

Saat ini ribuan alumni itu berkarya di berbagai sektor. Mulai dari akademik, media, politik, bisnis, seni, hingga pendidikan. Sehingga FAA PPMI menjadi forum bagi konsolidasi gagasan, semangat, dan jejaring antar mantan aktivis pers mahasiswa yang terus menjaga komitmennya terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara.

Minim Inovasi
Rektor UB Profesor Widodo, dalam kesempatan ini mengatakan, Indonesia sekarang masih menghadapi banyak persoalan. Salah satunya adalah kesenjangan sosial dan ekonomi. Menurut Widoro, meski rata-rata pertumbuhan ekonomi 5 persen, tapi tidak diimbangi dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia.

“Hanya 13 persen penduduk Indonesia yang lulus dari perguruan tinggi. Padahal, di negara maju lulusan perguruan tinggi mencapai 40-50 persen. Ketika pertumbuhan ekonomi tidak diiringi kualitas SDM maka kesenjangan ekonomi dan sosial semakin lebar,” ujar Widodo yang juga guru besar Fakultas Ekonomi UB.

Menurut Widodo, animo masyarakat Indonesia terhadap pendidikan tinggi sebenarnya besar. Indonesia juga memiliki lebih dari 4.000 perguruan tinggi. Tetapi lulusan SMA yang melanjutkan ke perguruan tinggi baru 30 persen.

Rendahnya tingkat pendidikan tersebut, lanjut Widodo, menyebabkan rendahnya kapasitas inovasi nasional. “Termasuk kewirausahaan yang hanya 3 persen dari populasi, padahal di negara maju berada di atas 10 persen,” ujarnya.

Tantangan Demokrasi
Sementara itu, Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti, mengkaji tema seminar ‘Oase Gelap Terang Indonesia’ dari sisi penegakan hukum dan demokrasi. Menurut Bivitri kondisi politik Indonesia saat ini sedang tidak baik-baik saja.

“Salah satu sisi gelap kondisi Indonesia saat ini adalah demokrasi sedang tidak baik-baik saja. Institusi demokrasi prosedural sekarang digunakan untuk kepentingan ekonomi kelompok tertentu,” ujarnya. Bivitri juga menyinggung penangkapan ratusan aktivis karena menyampaikan aspirasi masyarakat.

Meski begitu, lanjut Bivitri, bukan berarti Indonesia tidak memiliki kesempatan. Menurut Bivitri, saat ini terus bermunculan banyak gerakan masyarakat sipil dan anak muda kritis yang mencoba melawan kegelapan tersebut. “Gerakan masyarakat sipil, termasuk pers mahasiswa, menjadi oase di tengah kegelapan dan kekeringan demokrasi di Tanah Air,” ujarnya. (mr/hyu)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Jangan Lewatkan

-- advertisement --spot_img
- Advertisement -spot_img