Minggu, 21 Desember 2025 | 01:45 WIB
27.2 C
Blitar

Irama Hati di Luar Panggung: Kala Ketukan Pintu Sang Drummer Mengubah Angka Rapor Menjadi Cerita

-- advertisement --spot_img
-- advertisement --spot_img

BlitarRaya.com – Biasanya, tangan Riyang Mahardhani lincah menabuh drum di atas panggung hingga menciptakan harmoni yang menghentak. Namun, Kamis lalu, 18 Desember 2025, iramanya berganti. 

Anggota sebuah grup band di Kota Blitar tidak memegang stik drum, melainkan 23 map rapor siswa SDN Gedog 1 Kota Blitar yang ia antar langsung dari rumah ke rumah, mengubah angka-angka kaku menjadi obrolan hati di ruang tamu.

Alih-alih menunggu di balik meja kelas, Riyang memilih untuk memacu kendaraannya menyusuri gang-gang kota, lalu mengetuk satu per satu pintu rumah siswanya. Sebuah “simfoni” pelayanan pendidikan dengan gaya baru: mengantar rapor langsung ke tangan wali murid.

Menurut Riyang, rapor seringkali menjadi momok yang menegangkan. Ia menyebut pembagian rapor di sekolah biasanya diwarnai antrean panjang dan suasana yang formal. Tak jarang, orang tua merasa sungkan atau malu jika nilai anak mereka tidak sesuai harapan di hadapan wali murid lainnya.

“Aku itu kebetulan sedang mengalami kebosanan dengan rutinitas yang gitu-gitu saja,” ungkap Riyang. 

Dengan gerakan “jemput bola” ini, ia ingin meruntuhkan sekat tersebut, sekaligus mengubah angka-angka dingin di atas kertas menjadi sebuah cerita perkembangan anak yang manusiawi.

Dengan mendatangi rumah mereka, Riyang menciptakan ruang diskusi yang lebih privat dan hangat. Di ruang tamu para siswa, evaluasi belajar disampaikan bukan sebagai penghakiman, melainkan sebagai obrolan hati ke hati.

Data yang Tak Terekam di Kelas

Menyambangi 23 lokasi dalam satu hari bukanlah perkara mudah. Sejak pukul 07.00 WIB, Riyang sudah bergerak berbekal data share location dari Google Maps yang dikirimkan wali murid di grup WhatsApp.

Uniknya, demi menjaga efisiensi waktu dan agar tetap fokus pada tujuan, Riyang memiliki trik khusus: menolak halus jamuan warga. 

“Saya sebelum datang bilang, tolong jangan disuguhi makan atau minum apa pun. Saya bilang, maaf saya puasa,” kenangnya sambil tersenyum.

Setiap rumah hanya ia singgahi selama maksimal lima menit. Namun, dalam waktu yang sangat singkat itu, Riyang merasa mendapatkan informasi yang jauh lebih berharga daripada pertemuan berjam-jam di sekolah. Ia bisa melihat langsung lingkungan belajar siswanya, sebuah data sosiologis yang tak terekam di dalam kelas.

Mendapat Apresiasi

Inovasi personal ini tidak hanya menyentuh hati para orang tua, tetapi juga mendapat apresiasi dari Kepala Dinas Pendidikan Kota Blitar, Dindin Alinurdin. Menurut Dindin, kebebasan sekolah untuk memberikan pelayanan terbaik sesuai kondisi lapangan adalah kunci untuk menciptakan kedekatan emosional antara institusi pendidikan dan masyarakat.

Meskipun harus menuntaskan kunjungan hingga menjelang sore, Riyang mengaku puas. Baginya, lima menit di depan pintu rumah siswa jauh lebih berarti daripada sekadar menyerahkan buku laporan di sekolah.

“Aku ternyata bisa lebih enjoy membicarakan perkembangan setiap murid. Aku sampaikan kelebihan Si A di sini, maka harus dikembangkan ininya,” tandas Riyang.

Apakah irama ketukan pintu ini akan kembali terdengar di semester genap nanti? Riyang belum memutuskannya. Namun yang pasti, hari itu ia telah membuktikan bahwa pendidikan yang baik tidak selalu tentang seberapa tinggi angka yang diraih, tapi tentang seberapa jauh seorang guru bersedia melangkah untuk memahami dunia muridnya. (mr)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Jangan Lewatkan

-- advertisement --spot_img
- Advertisement -spot_img