KEPANJENKIDUL, BlitarRaya.com – Jumlah warga Kabupaten Blitar yang mengalami gangguan jiwa berat dilaporkan mencapai 2.401 orang berdasarkan pencatatan Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Blitar hingga November 2024.
Koordinator Sub Bidang Penyakit Tidak Menular dan Kesehatan Jiwa Dinkes Kabupaten Blitar, Hyndra Satria, mengatakan bahwa pihaknya mencatat sebanyak 2.401 warga Kabupaten Blitar menderita gangguan jiwa berat.
“Sampai bulan November 2024 tercatat ada 2.401 warga Kabupaten Blitar yang ODGJB (gangguan kejiwaan berat),” ujar Hyndra saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu (4 Desember 2024).
“Iya. Ini cukup tinggi memang,” imbuhnya tanpa menyebutkan angka penderita gangguan kejiwaan berat pada periode sebelumnya.
Kata Hyndra, terdapat sejumlah faktor yang teridentifikasi sebagai pemicu tingginya angka penderita gangguan kejiwaan berat di Kabupaten Blitar.
Ia menandaskan bahwa masalah ekonomi dan keluarga sebagai faktor paling dominan pemicu kasus gangguan kejiwaan berat tersebut.
“Faktor keturunan ada. Tapi sangat kecil,” terangnya.
Baca juga:
- 27 dari 2.229 ODGJ di Kabupaten Blitar Dipasung karena Membahayakan
- Diduga Dianiaya Anak Kandung Sendiri, Kakek 94 Tahun di Nglegok Meninggal
- Pria ODGJ di Kandangan-Srengat Tewas Terbakar di Rumahnya
Membedakan dengan gangguan kejiwaan kategori biasa, Hyndra mengatakan bahwa salah satu indikator orang dengan gangguan kejiwaan berat (ODGJB) adalah munculnya ungkapan emosi yang tak terkendali.
“Antara lain cirinya tidak terkendali. Marah-marah. Ngamuk-ngamuk tidak terkendali,” ujarnya.
Hyndra mengatakan, beberapa dari mereka yang masuk kategori penderita gangguan kejiwaan berat terpaksa dipasung oleh keluarga dan lingkungan sosial di sekitarnya karena dianggap membahayakan orang lain.
Meski jumlah penderita gangguan kejiwaan berat tinggi, ia mengklaim bahwa pihaknya sejauh ini terus memonitor dan memastikan mereka mendapatkan pelayanan kesehatan jiwa rutin dari fasilitas kesehatan.
Layanan kesehatan jiwa tersebut, kata Hyndra, meliputi layanan konsultasi, pemeriksaan rutin, dan pemberian obat.
“Guna memastikan mereka mengonsumsi obat yang diperlukan, misalnya, petugas dan kader pelayan kesehatan jiwa siap mengantar obat jika tak memungkinkan bagi mereka atau keluarga untuk mengambil,” ungkapnya.
Hyndra menambahkan bahwa dari 2.401 penderita gangguan kejiwaan berat tersebut saat ini masih ada 29 orang yang hidup dalam pasungan.
Angka itu, ujarnya, sudah berkurang dibandingkan angka pasung hingga akhir 2023 yang tercatat sebanyak 35 orang.
“Sepanjang 2024 ini ada enam orang yang dilepaskan dari pasungan. Ini berkat kerja keras teman-teman dari berbagai pihak terkait,” ungkapnya. (asp)