BlitarRaya.com – Kasus perampasan kendaraan bermotor oleh debt collector atau penagih utang atau yang juga sering disebut sebagai “mata elang” masih saja terjadi.
Baru-baru ini viral di media sosial aksi sejumlah debt collector menghentikan nasabah perusahaan leasing dan merampas sepeda motor yang digunakan di wilayah Cikupa, Kabupaten Tangerang. Aksi perampasan itu disertai intimidasi.
Di Blitar, aksi serupa pernah terjadi di wilayah Sutojayan, Kabupaten Blitar, pada awal 2024 ketika beberapa debt collector melakuka pengeroyokan terhadap warga yang menunggak angsuran sebuah mobil pikap.
Lantas, bolehkah penagih utang meminta paksa mobil atau pun sepeda motor nasabah yang menunggak angsuran kredit mereka ke perusahaan leasing? Bagaimanakah aturan penagihan utang?
Ketua Pengurus Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan aturan soal penagihan utang saat ini lebih ketat.
“Debt collector tetap boleh melakukan penagihan bahkan penyitaan kendaraan asal mengikuti aturan yang ada, tidak sembarangan. Misalnya, cara dan jam telepon (penagihan) saja ada ketentuannya,” ujar Tulus sebagaimana dilansir dari Kompas.com.
Baca juga:
- Tiga Debt Collector Diciduk Polisi Gegara Keroyok dan Peras Nasabah Leasing di Sutojayan
- Bawa Kabur Uang Nasabah Leasing di Kota Blitar, Anggota LPK Ditangkap Polisi
Aturan penarikan atau penyitaan kendaraan leasing tertuang dalam Putusan MK Nomor 18/PUU-XVII/2019 tertanggal 6 Januari 2020.
Disebutkan dalam putusan MK itu, perusahaan kreditor (perusahaan leasing) hanya bisa melakukan penarikan atau menyita obyek jaminan fidusia seperti kendaraan atau rumah secara sepihak setelah mengantongi izin permohonan eksekusi dari pengadilan negeri setempat.
Fidusia, sebagaimana Undang-undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Fidusia, adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.
Sederhananya, fidusia terutama dapat dilihat dalam praktik leasing kendaraan bermotor. Pemberi fidusia adalah perusahaan leasing yang memberikan kendaraan bermotor kepada penerima fidusia (nasabah).
Putusan MK dimana pemberi fidusia atau perusahaan leasing tidak boleh mengambil kendaraan obyek fidusia dari nasabah juga mengandung pengertian bahwa terjadinya wanprestasi atau tidak antara pemberi dan penerima fidusia tidak boleh diputuskan sepihak. Meskipun, hak kepemilikan kendaraan bermotor masih ada di tangan perusahaan leasing selama angsuran belum lunas.
Dengan demikian jelas bahwa perusahaan leasing pemberi fidusia tidak boleh menarik paksa obyek fidusia (kendaraan bermotor/rumah/dan lainnya) kecuali atas persetujuan dari pengadilan.
“Boleh diambil motor atau mobilnya tetapi harus seizin pengadilan. Tidak boleh sembarangan,” kata Tulus.
Penarikan obyek fidusia secara paksa atau tanpa prosedur yang benar merupakan tindakan yang dapat dikategorikan tindak pidana. Apalagi jika disertai intimidasi bahkan tindak kekerasan oleh penagih utang. Hal ini sudah ditegaskan oleh Polri. (Tim Redaksi)