SRENGAT, BlitarRaya.com – Berkedok mengumpulkan donasi untuk Palestina, 2 warga negara Pakistan berhasil menilep uang sebesar Rp 263.360.000. Sejumlah kalangan menjadi korban penipuan mereka, termasuk takmir masjid dan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas).
Ihwal ini diungkap Kepala Kantor Imigrasi Kelas II Non TPI Blitar Arief Yudistira dalam konferensi pers di Kantor Imigrasi Blitar di Kecamatan Srengat, Kabupaten Blitar, Selasa (7/5/2024).
Dua warga berinisial MI (45 tahun) dan MA (44 tahun) itu telah ditangkap petugas di kawasan Kanigoro, Kabupaten Blitar, belum lama ini. Saat ini mereka ditahan di Kantor Imigrasi Blitar untuk pemeriksaan lebih lanjut.
“Berdasarkan pendalaman, dari alat bukti buku catatan mereka, uang yang mereka kumpulkan mencapai Rp 263.360.000. Mereka mengirimkan uang dengan cara transfer ke rekening pribadi atas nama MI di Pakistan sebanyak 5 kali, masing-masing sebesar Rp 10 juta,” jelas Arief.
Dana tersebut mereka kumpulkan dengan mendatangi takmir-takmir masjid, pengelola madrasah, hingga Baznas. Bahkan mereka berhasil mendekati Baznas di Palembang dan mendapatkan sekian rupiah.
Menurut Arief, berdasarkan laporan warga, MI dan MA meminta-minta donasi dengan cara memaksa dengan mematok sumbangan minimal Rp 500 ribu. Jika yang diminta tidak bersedia, MI dan MI dilaporkan berusaha memaksa lebih keras. Mereka juga dilaporkan tak segan-segan menggunakan hipnotis agar korbannya menurut.
MI dan MA mengaku dana yang terkumpul digunakan untuk membantu warga Palestina. Tapi, faktanya, kata Arie, ternyata dana tersebut tidak dikirim ke negara yang sedang berkonflik dengan Israel itu.
“Setelah kita kulik, ternyata dana tersebut dikirim melalui transfer bank ke sebuah madrasah di Pakistan, di mana di madrasah itu ada orang Palestina,” kata Arief.
Pengakuan mereka, lanjut Arief, selain untuk membantu madrasah, dana tersebut tersebut juga untuk membiayai penjilidan Al-Quran Braille. “Tapi MI dan MA tidak dapat menunjukkan bukti, jadi mungkin itu kedok saja,” kata Arief.
Selain ditransfer ke Pakistan, uang hasil tipu-tipu tersebut, menurut Arief, juga digunakan untuk keperluan sehari-hari mereka selama melakukan penipuan di Indonesia. Misalnya membeli tiket perjalanan, menyewa kamar hotel, makan, dan menyewa dua unit sepeda motor di Malang.
Arief belum bisa memastikan apakah akan dilakukan tindakan pro justitia terhadap mereka. “Hal itu masih kita dalami. Kami masih menyelidiki sejauh mana bisa kita kenakan pasal keimigrasian,” ucapnya.
Yang jelas, menurut Arief, jeratan hukum akan mengarah pada kegiatan yang meresahkan, sehingga bisa dilakukan tindakan administratif berupa deportasi. “Tetapi sebelum itu, akan kita dalami dulu,” tegasnya. (mr)