Senin, 3 Februari 2025 | 16:30 WIB
27.9 C
Blitar

Awali Kiprah di Perhutanan Sosial, NU Blitar Kampanyekan Konservasi Sumber Daya Air

GARUM, BlitarRaya.com – Belasan orang menanam ratusan bibit bambu petung (Dendrocalamus asper) di lahan sekitar sumber mata air Sendang Tampi Asih di area Perkebunan Petung Ombo, Desa Karangrejo, Kecamatan Garum, Kabupaten Blitar, Minggu (2 Februari 2025).

Mereka adalah pegiat Kelompok Kerja (Pokja) Perhutanan Sosial Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Blitar serta warga Perkebunan Petung Ombo, yakni sekelompok warga yang telah bertahun-tahun menuntut redistribusi lahan perkebunan yang berasal dari perusahaan perkebunan era pemerintah kolonial Hindia Belanda.

“Kami mengajak warga setempat untuk merawat sumber mata air yang tersisa dengan menanam pohon bambu,” ujar anggota dewan pembina Pokja Perhutanan Sosial NU Blitar, Iman Heru Wijaya.

Sedangkan Sendang Tampi Asih adalah satu dari delapan sumber air yang masih hidup di Desa Karangrejo yang berada di kaki Gunung Kelud itu. Menurut warga setempat, sebenarnya sumber air di desa yang berada di ketinggian sekitar 600 meter di atas permukaan air laut (MDPL) itu berjumlah lebih dari dua puluh.  Namun belasan lainnya telah mati.

Selain memasok kebutuhan air irigasi area persawahan di sejumlah desa yang berada di sisi selatan dengan elevasi permukaan tanah yang lebih rendah, Sendang Tampi Asih juga menjadi penopang kebutuhan air bersih bagi warga yang tinggal di sekitarnya.

Debit air yang keluar dari Sendang Tampi Asih memang masih tinggi, terlihat dari aliran deras air dari pipa paralon berdiameter 10 sentimeter atau lebih yang berfungsi mengucurkan air dari penampungan berukuran sekitar 3 x 4 meter. Mata air Sendang berada persis di bawah dua pohon beringin besar yang diyakini telah berusia lebih dari 100 tahun. Di belakangnya, berdiri beberapa pohon angsana besar yang diduga seusia dengan dua pohon beringin itu.

Baca juga:

Namun pohon-pohon pelindung yang diyakini telah menjaga mata air hanya terkonsentrasi di satu bidang yang memanjang ke utara sepanjang sekitar 50 meter dari sendang. Hamparan lahan perkebunan seluas sekitar 290 hektar di sekitar area Sendang lebih banyak didominasi tanaman tebu dan nanas.

“Penanaman bambu ini semoga bisa menjaga kelestarian mata air di Sendang Tampi Asih,” kata salah satu tokoh warga Petung Ombo, Samidi.

sendang tampi asih petung ombo
Selain dimanfaatkan untuk irigasi lahan pertanian, Sendang Tampi Asih di Dusun Sumberejo, Desa Karangrejo, Kecamatan Garum, Kabupaten Blitar, juga digunakan oleh warga sekitar untuk kebutuhan air bersih sehari-hari, Minggu (2 Februari 2025) | Foto: BlitarRaya.com

Desa Karangrejo merupakan salah satu desa terluar di sisi utara wilayah Kabupaten Blitar. Ia berbatasan langsung dengan kawasan hutan lindung di lereng Gunung Kelud yang berada sekitar 4 kilometer ke arah utara dari Sendang Tampi Asih.

Kelestarian dari ratusan hektar hutan lindung itu akan menjaga pasokan air di wilayah yang berada di selatan Desa Karangrejo hingga wilayah Kecamatan Kanigoro, termasuk pasokan air untuk pengairan ribuan hektar lahan pertanian.

Namun hutan lindung Desa Karangrejo tak luput dari pembabatan hutan tak terkendali di Jawa usai Gerakan Reformasi 1998 yang mendorong jatuhnya Rezim Orde Baru. Sekitar 365 hektar dari hutan lindung Desa Karangrejo pun gundul dan diyakini menjadi penyebab matinya belasan mata air di wilayah Desa Karangrejo.

Di antara delapan mata air yang masih hidup di Desa Karangrejo, Embung Umbul adalah yang terbesar. Selain merupakan hulu dari Sungai Abap yang menjadi salah satu pemasok utama pengairan lahan persawahan di Kecamatan Garum hingga Kanigoro, air Embung Umbul juga damanfaatkan perusahaan daerah air minum (PDAM) setempat.

“Tandon alami air yang utama ada di sana, di hutan lindung lereng Kelud. Mata air ini adalah keran-kerannya saja,” ujar Heru yang telah lama menjalani aktivisme konservasi hutan itu.

Gerakan penanaman pohon pelindung di sekitar mata air di Desa Karangrejo menjadi salah satu program perdana Pokja Perhutanan Sosial NU Blitar yang belum genap berusia satu bulan itu. Pokja perhutanan sosial di tingkat daerah itu merupakan kelanjutan dari Pokja perhutanan sosial yang lebih dulu dibentuk di PBNU dan PWNU Jawa Timur tahun 2023.

Gerakan konservasi mata air itu juga diharapkan menjadi media kampanye dan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga kelestarian hutan dimana salah satu manfaatnya adalah terjaganya sumber daya air.

penanaman bambu sendang tampi asih petung ombo
Pegiat Pokja Perhutanan Sosial PCNU Kabupaten Blitar bersama warga Petung Ombo menanam bibit bambu petung di sekitar Sendang Tampi Asih di Dusun Sumberejo, Desa Karangrejo, Kecamatan Garum, Kabupaten Blitar, Minggu (2 Februari 2025) | Foto: BlitarRaya.com

Alih fungsi hutan khususnya hutan lindung di lereng Gunung Kelud diklaim sebagai penyebab kurangnya pasokan air untuk lahan pertanian terutama di musim kemarau.

“Sekarang petani harus mengebor sumur di sawah untuk mengairi tanaman mereka khususnya di musim kemarau,” ungkap anggota Pokja Perhutanan Sosial Pengurus Wilayah NU Jawa Timur itu.

Gerakan penanaman bambu di sekitar sumber mata air, kata Heru, juga merupakan cara meneguhkan komitmen Pokja Perhutanan Sosial NU Blitar untuk menjaga keseimbangan antara pemanfaatan kawasan hutan untuk tanaman pangan dan pemulihan fungsi ekologi hutan.

Menurutnya, semangat dari undang-undang dan peraturan turunan tentang program perhutanan sosial sebagai skema pelibatan masyarakat dalam pengelolaan hutan tidak dapat dilepaskan dari misi untuk menjawab persoalan perubahan iklim yang dipicu oleh fenomena pemanasan global.

Masyarakat Blitar termasuk Pokja Perhutanan Sosial NU akan segera dihadapkan pada terbitnya sekitar 22 SK Perhutanan Sosial yang mencakup total luas lebih dari 4.000 hektar kawasan hutan di Kabupaten Blitar untuk dikelola masyarakat. Termasuk di dalamnya adalah 365 hektar area gundul di kawasan hutan lindung Desa Karangrejo.

Total lahan perhutanan sosial seluas 4.000 hektar itu baru sekitar 13 persen dari total 30.000 hektar kawasan hutan dengan pengelolaan khusus (KHDPK) di Kabupaten Blitar yang sebagian besarnya diandaikan akan diserahkan pengelolaannya pada masyarakat melalui skema perhutanan sosial.

“Di sisi lain kami juga membawa nama organisasi NU. Kami berharap kelompok masyarakat yang kami fasilitasi dapat mengelola hutan untuk kesejahteraan ekonomi mereka tanpa mengabaikan kewajiban pemulihan fungsi ekologis hutan,” tuturnya. (asp)

Jangan Lewatkan

-- advertisement --spot_img